Selasa, Desember 22, 2009

Segenggam Garam dan Titik Kehidupan

Suatu pagi ada seorang anak muda yang tengah dirundung banyak masalah ingin berkonsultasi denganseorang Pak tua yang bijak. Dengan rau wajah muram yang diiringi langkah gontai, anak muda itu segera menceritakan duduk permasalahan yang tengah menghimpit hidupnya kepada Pak tua itu. Setelah mendengarkan cerita anak muda dengan seksama, Pak tua lalu mengambil segenggam garam dan menaburkanna ke dalam segelas air. Seteah diaduk perlahan, Pak tua kemudian menyuruh anak mudaitu untuk meminumnya. Karena kepahitan, anak muda itu kemudian meludahkannya ke lantai.

Sembari melemparkan senyuman, Pak Tua kemudian mengajak anak muda itu menemani berjalan ketepi telaga di dalam hutan yang berjarak tidak jauh dari rumahnya. Sesampai mereka di tepi telaga Pak Tua kembali menaburkan garam ke dalam telaga. Tiupan semilir angin mengaduk aduk gelombang air menjadi sedikit beriak. Pak tua itu pun segera menyuruh anak muda itu kembali mencicipi rasa air telaga yang telah ditaburi air garam dan merasa segar setelah melepas dahaganya.(sumber koran tempo,sabtu, 23 Mei 2009)

Banyak persoalan dalam hidup yang saling datang dan berganti. Setiap hari terdapat kejahatan dan penganiyaan yang datang lewat layar kaca, tuisan media dan barangkali kita yang mengalami. Sempit itulah yang terkesan, tidak ada tempat lagi untuk menumpahkan himpitan derita, kungkungan. Seolah semua telah berakhir. Inilah garam yang dituangkan dalam sedikit wadah air kehidupan berupa: ilmu pengetahuan, emosional, spiritual.

Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam, tidak lebih tidak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu semua sama dan akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat bertantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu didasarkan oleh pada pikiran, perasaan, spiritual, intelektual, tempat kita menuang segalanya.

Namun disisi lain ada terdapat orang yang mampu menjadi tempat menumpahkan garam, namun ia memberikan kesejukan telaga dari air kehidupan: ilmu pengetahuan, kelapangan emosional dan kedalaman spiritual. Kehadirannya menjadi oase di gersang pasir kehidupan.

Kenapa itu bisa terjadi? Ada sebuah pertanyaan seorang profesor bagi mahasiswa baru di dalam ruangan kelas, bagi anda yang menjawab tepat maka ada hadiah spesial dari saya. Pertama, siapakah nama tukang sapu yang sering membersihkan halaman gedung? Kedua, siapakah ibu-ibu yang menjajakan makanan di kantin seberang gedung? Siapakah nama satpam yang menjaga gedung ini?

Hampir semua tidak mengetahui nama mereka. Baik pertanyaan kedua. di depan saya ada sebuah kertas. Apa yang anda lihat semua. Satu dua mahasiswa menjawab kertas putih. Anda benar dan inilah sebuah kertas putih. Kemudian prof memberikan lembaran baru. Sebelumnya telah memberikan sedikit titik hitam. Hampir sebagaian mahasiswa secara serempak menjawab titik hitam.

Profesor dengan senyum menjawab, Anda benar. Ada yang berpendapat lain. Satu mahasiswa di sudut ruanan menjawab sebuah kertas putih yang terdapat titik putih. profesor dengan senang hati menjawab Anda benar dan memberikan sebuah hadiah spesial.

Kadang kala kita terfokus oleh satu noda kesalahan dan melupakan bagian putih kebaikan yang telah teresusun lama. Kita langsung memfonis orang dengan segenap hidupnya rusak ketika melakukan kesalahan dan menghakiminya tidak benar. Begitu juga ketika menghadapi persoalan, ia hanya bagian dari sisi kehidupan putih sebelumnya. Dan kadang kala kita sering melupakan hal yang sederhana yang kita tidak anggap penting.

Karna bersamaan kesusahan, tantangan ada kemudahan dan peluang.

Tidak ada komentar: