Minggu, April 10, 2011

Kuliah sambil...

Tulisan ini lahir dari cerita beberapa lalu dengan teman-teman di kampus Universitas Azzahra. Melihat tentang keterbatasan lapangan pekerjaan, standar keahlian tamatan pendidikan perguruan tinggi yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Hal ini menciptakan ketimpangan yang sangat dalam. Namun disisi lain beberapa kampus seperti jaringan LP3I dan Unviersitas Azzahra melahirkan jaminan penempatan kerja untuk lulusannya lewat jaringan kerjasama dengan berbagai kalangan industri.

Kuliah sebagai salah bentuk peningkatan taraf pendidikan dan juga kesejahteraan bagi bangsa Indonesia masih membutuhkan beberapa pendekatan untuk dapat melahirkan pribadi berkualitas mumpuni. Sebuah paparan yang teramat memiriskan ketika pembukaan lowongan pekerjaan maka akan ada banyak peminat memadati satu lowongan pekerjaan.

Menarik melihat fenomena dunia perkuliahan dimana banyak mahasiswa melakukan kuliah sambil. Hal ini disebabkan banyak kendala dan tantangan. Kendala tesebut berada dari tingkat biaya perkuliahan yang semakin mahal. Kemiskinan yang membelenggu dan juga kebijakan dari pemerintah yang tidak mendukung dalam membebaskan biaya pendidikan perguruan tinggi.

Ada beberapa bentuk mahasiswa yang mampu mensiasati untuk dapat kuliah di perguruan tinggi. yang terkenal dengan kuliah sambil

1. Kuliah sambil kerja. Hal ini jamak dilakukan mahasiswa yang mengambil Diploma 3. Setelah tamat diploma 3 mahasiswa bekerja di perusahaan. Ketika telah bekerja maka mengambil kuliah malam atau kelas eksekutif. Inilah peluang yang diambil oleh banyak universtitas dan sekolah tinggi.

2. Kuliah sambil usaha. Tidak banyak mahasiswa kuliah sambil kerja. Budaya untuk mahasiswa Indonesia adalah kuliah semata. Semua kebutuhan masih mendapatkan subsidi 100% dari orang tua. Ada beberapa teman kuliah ketika mahasiswa dulu di Universitas Bung Hatta padang kuliah sambil usaha. Dimana karakteristik adalah pribadi yang disiplin, pekerja keras dan bermental pejuang.

3. Kuliah sambil jadi aktivitis kampus. Pilihan untuk menjadi aktivis lahir dari kebutuhan untuk mengembangkan kepribadian dan juga menyalurkan aspirasi. Berbagai pilihan organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus. Masing-masing mempunyai sisi kelebihan untuk menggodok mahasiswa menjadi aktivis. Semasa kuliah dulu mahasiswa yang menjadi aktivis adalah primadona dan sekaligus mempunyai sedikit kekuasaan dalam lembaga kemahasiswaan.

4. Kuliah sambil membuka networking. Menjadi mahasiswa menambah jejaring pertemanan. hal ini memberikan manfaat di kemudian hari untuk berbagai kepentingan. Tidak sedikit peluang kerja, usaha tercipta ketika berada dalam bangku kuliah.

5. Kuliah sambil mencari pasangan hidup. Ini telah menjadi sebuah budaya kampus dimana setiap orang berusaha menjadi menarik dan dilirik. Mencari pasangan hidup yang sesuai. Hampir dalam pergaulan kampus dikalangan mahasiswa hal ini menjadi sebuah ukuran suskes atau tidaknya seseorang menjadi mahasiswa. semoga penilaian ini salah.

6. kuliah sambil mengembangkan kepribadian. Inilah bentuk kuliah yang lahir dari kesadaran untuk terus mengasah diri. Membentuk karakter yang mampu menciptakan banyak kreatifitas, inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat. Namun jumlah ini bagian yang sedikit dari mahasiswa.

Inilah beberapa serba serbi kuliah sambil. Semoga bermanfaat, karena kuliah bukan semata untuk mendapatkan selembar ijazah, mendpatkan calon pasangan hidup, jejaring, namun menjadikan diri memiliki kebermanfaatan dalam ruang kehidupan yang membutuhkan lulusan terbaik untuk Indonesia raya.

Zakat asuransi bagi pengusaha

Zakat sebagai kewajiban bagi muslim yang memiliki kelebihan harta. Zakat bagian inheren dalam sistem religius dan syariat. Hal ini termaktub dalam rukun Islam setelah sholat. Dalam kewajiban mendirikan sholat tidak berdiri sendiri. Banyak ayat Alquran menyandingkan antara kewajiban sholat dengan zakat Seperti dalam surat Albaqarah ayat 110, “
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian dalam surat Albaqarah ayat 177 “.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Zakat adalah kewajiban bagi seseorang yang telah melebihi kebutuhan hidup. Zakat meliputi zakat harta, zakat fitrah. Zakat harta lahir dari kelebihan harta yang telah sampai nisab dan haul. Zakat harta berlaku bagi pengusaha, pedagang, profesional. Sedangkan zakat fitrah adalah kewajiban setiap individu muslim untuk membersihkan diri setelah melakukan puasa.
Pada masa Rasullah Saw dan para khalifah arrasyidin dan beberapa khalifah zakat merupakan bagian dari sistem keuangan negara. Selain zakat ada beberapa bentuk kebijakan fiskal dalam islam bernama waqaf, infak dan sedekah dan pajak. Pada masa khalifah Abu Bakar Ashhidiq mengeluarkan kebijakan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat. Pendapatan zakat di kelola dibawah Baitul Mal untuk keperluan sesuai dengan penempatan yang diatur dalam dalam surat Attaubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Salah satu dari delapan asnaf adalah algharimin (orang yang berhutang). Terdapat alokasi zakat 12,5% untuk orang yang berhutang atau lembaga/institusi. Beberapa pemahaman dalam masyarakat sebuah insitusi boleh menerima zakat dan ini telah berlaku lama dan membudaya. Hal ini memacu pembangunan masjid, pendidikan pondok pesantren dari uang zakat. Problemtikanya adalah hampir seluruhnya diberikan untuk pembangunan fisik gedung dan operasional.
Pertumbuhan kesadaran berzakat diinisiasi oleh beberapa lembaga amil dibawah badan hukum yayasan. Dompet dhuafa yang pertama sekali melakukan sebuah inovasi model pelayanan, sistem manajemen. Kemudian diikuti oleh beberapa lembaga dengan ciri khas masing-masing. Dalam skala besar terdapat banyak amil zakat yang berupa lembaga diantaranya PKPU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa. Baitul Mal Muamalat, Dampet Ummat, Laziz Muhammadiyah dan beberapa amil yang berada pada daerah tertentu. Dalam hal ini pemerintah juga memliki lembaga Amil tersendiri bernama Baznas.
Menarik melihat pembagian zakat yang menjadi segmented dari beberapa amil zakat. Focus pemberdayaan adalah aspek amil (profesional pengelola zakat) Fakir, Miskin, Amil, Fi sabilillah dan Ibnu sabil. Untuk inbu sabil dan fisabilillah dilahirkan program beasiswa pendidikan untuk anak tidak mampu. Rumah sakit dengan pelayanan gratis untuk dhuafa yang dilakukan oleh Dompet dhuafa dan juga rumah bersalin oleh Rumah zakat.
Namun disisi berbeda ada sebuah segmen yang terkadang terlupakan atau tidak menjadi focus dari beberapa lembaga amil zakat. Yakni proteksi bagi asnaf algharimiin (orang yang berhutang). Orang yang berhutang meliputi dua arus utama, pertama hutang usaha bagi pengusaha yang gagal mengelola usaha dan hutang rumah tangga kaum muslimin.
Dalam salah satu do’a yang mashur Rasulullah meminta untuk bisa terbebas dari hutang dan juga tekanan orang. Hutang menjadikan seseorang berada pada posisi lebih rendah dari orang yang memberi hutang.
Melihat pola berhutang rumah tangga masyarakat islam dapat di bagi menjadi dua pola besar. Pertama berhutang untuk kebutuhan hidup, hal ini dialami oleh rumah tangga fakir dan miskin. Hutang ini banyak bersifat jangka pendek. Hutang ini dibayar ketika mendapatkan uang. Kemudian hutang untuk keinginan dan gengsi. Hutang ini berasal dari keinginan untuk mengikuti tren dan juga perkembangan para tetangga. Massifnya penawaran kredit, baik sepeda motor dengan DP murah dan cicilan ringan, alat elektronik, rumah, apartemen, kartu kredit. Hal ini memacu masyarakat untuk berhutang dan terlibat hutang. Kisah bagaimana rumah tangga mesti melakukan penghematan luar biasa untuk dapat memiliki kendaraan dan juga perabotan. Fakta ini menjadikan hampir setiap keluarga muslim terbelenggu hutang sekaligus riba.
Akan berbeda dengan pola berhutang pengusaha muslim. Ada dua bentuk skema hutang pengusaha muslim, pertama hutang investasi usaha. Hal ini berada pada awal pendirian usaha. Bentuk hutang ini berbagai bentuk. Hutang yang dikonfersi menjadi saham kepemilikikan dengan sistem mendapatkan keuntungan berupa deviden. Hutang berbentuk hutang biasa yang dikembalikan ketika usaha telah berjalan. Hal ini bernama hutang dagang yang terkadang berbentuk barang. Namun selanjutnya bentuk hutang para pengusaha muslim adalah hutang modal kerja. Hutang ini digunakan untuk belanja modal usaha, menggaji karyawan dan membeli bahan baku. Ketika usaha berjalan dan alur cash perusahaan lancar maka pengusaha mampu membayar kewajiban demi kewajiban dan juga mendatang laba usaha. Laba usaha inilah yang menjadi kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Zakat ini bernama zakat mal atau harta.
Tidak setiap usaha yang dilakukan oleh pengusaha mendapatkan keuntungan. Di dalam perjalanan usaha terkadang mengalami kekagagan. Hal ini otomatis memberikan konsekwensi logis bahwa pengusaha meninggalkan hutang. Dalam beberapa kasus pengusaha jatuh menjadi mustahik yang berhak mendapatkan zakat.
Melihat realitas dan berkaca dari pengalaman beberapa sahabat ketika gagal berusaha dan meninggalkan hutang bisnis. Membutuhkan bantuan finansial berupa modal kerja, apakah berbentuk barang, uang. Pada zakat yang dibayarkan oleh pengusaha, pedagang dan profesinonal ada dana asuransi sebagai proteksi bagi pengusaha yang berhutang. Dalam implementasi penerapan ini membutuhkan sebuah lembaga amil yang menghususkan diri untuk mengelola zakat asuransi pengusaha yang berhutang. Atau dapat mendirikan sebuah divisi khusus. Dari beberapa lembaga amil mengambil segment ini untuk pedagang kecil dengan berbagai program unggulan. Seperti Masyarakat Mandiri Dompet dhuafa.
Ketika zakat telah menjadi asuransi pengusaha yang kolaps memberikan rasa aman bagi pengusaha muslim untuk terus berusaha menciptakan nilai tambah dalam berbagai bidang baik produk maupun jasa.
Apakah anda sudah berbisnid dan berzakat?

Tulisan ini lahir dari kajian mingguan Pascasarjana Magister Ekonomi Syariah Universitas Azzahra. Setiap hari Kamis, jam 13.00 sampai 15.00 WIB bertempat di kampus Universtas Azzahra.

Konsultasi Keuangan dan Ekonomi Syariah:
Muhammad Yunus, S.E, Hp 0813 7435 3697
Email: ky_yns21@yahoo.co.id

Jumat, April 01, 2011

Baitul Mal Masjid/Mushalla

Tulisan ini lahir dari diskusi terbatas di Pascasarjana Magister Ekonomi Syariah Universitas Azzahra pada tanggal 1 April 2011 dengan beberapa rekan mahasiwa S2 Magister Ekonomi Syariah universitas Azzahra. Diantaranya Zulfison MA, Muhammad Yunus, S.E, Fitra

Percakapan tentang beberapa problematika kemiskinan yang masih memprihatikan dan membelenggu ummat islam yang hampir 90% membutuhkan perhatian dan permbedayaan untuk keluar dari lembah mustahik. Realitas kemiskinan tersebut terpapar teramat jelas dan tidak dapat disembunyikan dari pelupuk mata. Contoh kasus di daerah perkotaan seperti Jakarta kemiskinan tersebut bersanding mesra dengan kemewahan. Hampir di setiap suduk kota terlihat Muslim yang menjadi pengemis, pemulung dan pengusaha kecil berjualan baik di pasar kaget, emperan dan juga yang terkonsentrasi di kereta api, terminal bis.

Kemiskinan yang membelenggu tersebut juga di dukung oleh beberapa faktor yang terus menjadikan tetap berada dalam kemiskinan. Salah satu faktor menjadikan ummat Islam miskin adalah distribusi kekayaan yang timpang. Dimana terdapat banyak ummat Islam yang surplus secara ekonomi, lembaga Islam yang surplus secara ekonomi. Surplus ini tidak menjadi sebuah kekuatan mediasi untuk dapat memperkecil jumlah mustahik menjadi muzakki.

Ketimpangan distribusi ini disebabkan oleh daya picu kepemilikan harta dengan skema tabungan dan juga bisnis. Tidak sedikit uang ummat Islam parkir di beberapa perbankan sebagai dana pihak ketiga. Uang ini hanya bisa diakses mengikuti kaidah-kaidah yang tidak dapat diakses oleh orang miskin.

Disamping hal tersebut ada beberapa permasalahan yang penulis temui ketika menjadi praktisi ekonomi syariah di BMT Baiturrahman nagari Lasi Kecamatan Canduang Koto Laweh Kab. Agam. Permasalahan kemiskinan dan belenggu yang menjadikan seseorang tetap berada dalam kemiskinan walau memiliki usaha. Permasalahan tersebut adalah jebakan riba yang telah mengakar dalam di kehidupan setiap muslim terutama para mustahik. Satu tahun berhadapan langsung dengan pedagang dipasar penulis dapat memberikan gambaran beberapa hal:

1. Para pedagang membutuhkan modal usaha yang sifatnya cepat dalam pencairan dan tidak memperhitungkan dampak ekonomi bagi usaha.

2. Para pedagang mengandalkan bank rentenir untuk menutupi kebutuhan mendesak, apakah untuk anak sekolah, hajatan. Dan pembayarannya di ambil dari hasil penjualan.

3. Para tengkulak berani memberikan hutang dengan keuntungan yang sangat besar, bunganya dalam setahun hampir mencapai 100% bahkan lebih untuk beberapa daerah.

4. Beberapa lembaga koperasi dan perbankan tidak mampu melakukan pencairan cepat untuk kebutuhan pedagang, hal ini berasal dari sistem dan kebijakan. Beberapa koperasi masih beroperasi dalam siklus mengambil uang jasa dari pinjaman.

Melihat persoalan diatas dan menelisik kembali Alquran dan Sunnah ternyata bahwa ummat Islam dilarang miskin. Persoalan kemiskinan agama Islam adalah agama yang melarang ummatnya miskin. Hal ini terlihat jelas bahwa ayat tentang zakat dan anjuran berinfaq bersanding dengan sholat. Dalam surat Albaqarah ayat 3, 110, 117.

Kemudian Jafril Khalil dalam bukunya Jihad Ekonomi Islam menjelaskan bahwa kemiskinan adalah musuh besar umat Islam, mereka berkewajiban melawan kemiskinan yang menderanya. Allah swt tidak pernah memerintahkan penganutnya menjadi orang miskin, kalau kita baca seluruh ayat yagn ada di dalam Alquran, maka kita tidak akan pernah menjumpai aya tyang memerintahkan umat Islam menjadi miskin. Allah itu Maha penyayang, dia akan membantu umatnya keluar dari segala kesulitan.

Kehadiran beberapa lembaga keuangan syariah, baik berupa perbankan syariah, BMT, Lembaga Amil zakat yang dikelola pemerintah atau swasta telah mampu membantu beberapa permasalahan pengurangan kemiskinan. Namun ada sebuah tipping point meminjam istilah malcom gladwell dalam bukunya tipping point yang menganalisa sebuah model epedemi untuk menguatkan pengentasan kemiskinan.

Model ini menggunakan tiga pendekatan yang saling berkaitan satu sama lain. Pendekatan ini bertumpu kepada Masjid/Mushalla sebagai sarana, Ustadz/muballigh, khatib sebagai penyampai pesan dan Praktisi yang dilatih atau dilahirkan dari pelatihan bekejasama dengan lembaga yang concern dengan ekonomi syariah.

Model ini bernama Baitul Mal Masjid/Mushalla. Pengelolaan sistem keuangan masjid yang mengikuti pola akuntabilitas dan transparansi penyampaian baik laporan tertulis maupun lisan pada setiap hari jum’at. Prinsip dasar dari Baitul Mal Masjid/Mushalla adalah lembaga mediasi keuangan bagi tetangga Masjid/Mushalla untuk memproteksi dari jebakan rentenir, sebagai tempat memenuhi kebutuhan kehidupan lainnya.

Baitul Mal Masjid/Mushalla mempunyai fungsi sebagai lembaga yang mampu membantu tetangga masjid/mushalla dalam hal, pendidikan keIslaman yang tidak hanya bertumpu kepada kajian ibadah mahdah semata, namun mencakup aspek ekonomi, sosial dan hukum. Baitul Mal Masjid/ Mushalla adalah lembaga yang inheren dengan kepengurusan masjid. Dalam hal ini tidak mesti memiliki kepengurusan tersendiri untuk tahap awal.

Problematika yang akan dihadapi dalam pengimplementasian hal ini adalah:

1. Ketersediaan Sumber Daya Insani yang mampu menjalankan Baitul Mal Masjid/Mushalla. Hal ini dibutuhkan SDI yang mengerti tentang Zakat, Infaq, Sedekah serta pengelolaan untuk permbedayaan dan tidak sekedar sebagai charity.

2. Tingkat pengetahuan pengurus dan masyarakat yang belum familiar dengan Baitul Mal Masjid/Mushalla.

3. Sosialisasi yang intens dengan melibatkan ustad, muballig dan khatib yang menjelaskan pentingya Baitul Mal Masjid/ Mushalla sebagai benteng pengurangan kemiskinan dan memasyarakatkan ekonomi syariah.

Dari tiga permasalahan diatas beberapa langkah preventif dapat dilakukan untuk menimalisir perpecahan dalam ummat Islam.

1. Mengkaji sejarah tentang Baitul Mal pada masa rasulullah dan sahabat, hal ini berguna untuk landasan berpijak.

2. Menguatkan peranan Baitul Mal pada BMT yang telah eksis dengan menjadikan kegiatan CSR. Dan juga melibatka beberapa lembaga amil sebagai mitra strategis kelembagaan.

3. Melakukan workshop dan pelatihan terpadu berbasis wilayah yang dibagi berdasarkan Propinsi, Kabupaten bekerjasama dengan Departemen Agama dan Dinas Sosial.

Demikianlah beberapa hal kajian terbatas program Pascasarja Magister Ekonomi Syariah Universitas Azzahra. Dan insya Allah akan lahir tulisan lanjutan tentang Baitul Ma Masjid/Mushalla di tinjau dari berbagai aspek mulai dari kajian akademik, implementasi, problematka dan juga solusi untuk memasyarakatkan ekonomi syariah dan membebaskan ummat Islam yang dimiskinkan oleh jebarakan riba, amin.

Muhammad Yunus, S.E Hp 0813 7435 3697
Email: ky_yns21@yahoo.co.id