Minggu, April 10, 2011

Zakat asuransi bagi pengusaha

Zakat sebagai kewajiban bagi muslim yang memiliki kelebihan harta. Zakat bagian inheren dalam sistem religius dan syariat. Hal ini termaktub dalam rukun Islam setelah sholat. Dalam kewajiban mendirikan sholat tidak berdiri sendiri. Banyak ayat Alquran menyandingkan antara kewajiban sholat dengan zakat Seperti dalam surat Albaqarah ayat 110, “
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian dalam surat Albaqarah ayat 177 “.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Zakat adalah kewajiban bagi seseorang yang telah melebihi kebutuhan hidup. Zakat meliputi zakat harta, zakat fitrah. Zakat harta lahir dari kelebihan harta yang telah sampai nisab dan haul. Zakat harta berlaku bagi pengusaha, pedagang, profesional. Sedangkan zakat fitrah adalah kewajiban setiap individu muslim untuk membersihkan diri setelah melakukan puasa.
Pada masa Rasullah Saw dan para khalifah arrasyidin dan beberapa khalifah zakat merupakan bagian dari sistem keuangan negara. Selain zakat ada beberapa bentuk kebijakan fiskal dalam islam bernama waqaf, infak dan sedekah dan pajak. Pada masa khalifah Abu Bakar Ashhidiq mengeluarkan kebijakan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat. Pendapatan zakat di kelola dibawah Baitul Mal untuk keperluan sesuai dengan penempatan yang diatur dalam dalam surat Attaubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Salah satu dari delapan asnaf adalah algharimin (orang yang berhutang). Terdapat alokasi zakat 12,5% untuk orang yang berhutang atau lembaga/institusi. Beberapa pemahaman dalam masyarakat sebuah insitusi boleh menerima zakat dan ini telah berlaku lama dan membudaya. Hal ini memacu pembangunan masjid, pendidikan pondok pesantren dari uang zakat. Problemtikanya adalah hampir seluruhnya diberikan untuk pembangunan fisik gedung dan operasional.
Pertumbuhan kesadaran berzakat diinisiasi oleh beberapa lembaga amil dibawah badan hukum yayasan. Dompet dhuafa yang pertama sekali melakukan sebuah inovasi model pelayanan, sistem manajemen. Kemudian diikuti oleh beberapa lembaga dengan ciri khas masing-masing. Dalam skala besar terdapat banyak amil zakat yang berupa lembaga diantaranya PKPU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa. Baitul Mal Muamalat, Dampet Ummat, Laziz Muhammadiyah dan beberapa amil yang berada pada daerah tertentu. Dalam hal ini pemerintah juga memliki lembaga Amil tersendiri bernama Baznas.
Menarik melihat pembagian zakat yang menjadi segmented dari beberapa amil zakat. Focus pemberdayaan adalah aspek amil (profesional pengelola zakat) Fakir, Miskin, Amil, Fi sabilillah dan Ibnu sabil. Untuk inbu sabil dan fisabilillah dilahirkan program beasiswa pendidikan untuk anak tidak mampu. Rumah sakit dengan pelayanan gratis untuk dhuafa yang dilakukan oleh Dompet dhuafa dan juga rumah bersalin oleh Rumah zakat.
Namun disisi berbeda ada sebuah segmen yang terkadang terlupakan atau tidak menjadi focus dari beberapa lembaga amil zakat. Yakni proteksi bagi asnaf algharimiin (orang yang berhutang). Orang yang berhutang meliputi dua arus utama, pertama hutang usaha bagi pengusaha yang gagal mengelola usaha dan hutang rumah tangga kaum muslimin.
Dalam salah satu do’a yang mashur Rasulullah meminta untuk bisa terbebas dari hutang dan juga tekanan orang. Hutang menjadikan seseorang berada pada posisi lebih rendah dari orang yang memberi hutang.
Melihat pola berhutang rumah tangga masyarakat islam dapat di bagi menjadi dua pola besar. Pertama berhutang untuk kebutuhan hidup, hal ini dialami oleh rumah tangga fakir dan miskin. Hutang ini banyak bersifat jangka pendek. Hutang ini dibayar ketika mendapatkan uang. Kemudian hutang untuk keinginan dan gengsi. Hutang ini berasal dari keinginan untuk mengikuti tren dan juga perkembangan para tetangga. Massifnya penawaran kredit, baik sepeda motor dengan DP murah dan cicilan ringan, alat elektronik, rumah, apartemen, kartu kredit. Hal ini memacu masyarakat untuk berhutang dan terlibat hutang. Kisah bagaimana rumah tangga mesti melakukan penghematan luar biasa untuk dapat memiliki kendaraan dan juga perabotan. Fakta ini menjadikan hampir setiap keluarga muslim terbelenggu hutang sekaligus riba.
Akan berbeda dengan pola berhutang pengusaha muslim. Ada dua bentuk skema hutang pengusaha muslim, pertama hutang investasi usaha. Hal ini berada pada awal pendirian usaha. Bentuk hutang ini berbagai bentuk. Hutang yang dikonfersi menjadi saham kepemilikikan dengan sistem mendapatkan keuntungan berupa deviden. Hutang berbentuk hutang biasa yang dikembalikan ketika usaha telah berjalan. Hal ini bernama hutang dagang yang terkadang berbentuk barang. Namun selanjutnya bentuk hutang para pengusaha muslim adalah hutang modal kerja. Hutang ini digunakan untuk belanja modal usaha, menggaji karyawan dan membeli bahan baku. Ketika usaha berjalan dan alur cash perusahaan lancar maka pengusaha mampu membayar kewajiban demi kewajiban dan juga mendatang laba usaha. Laba usaha inilah yang menjadi kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Zakat ini bernama zakat mal atau harta.
Tidak setiap usaha yang dilakukan oleh pengusaha mendapatkan keuntungan. Di dalam perjalanan usaha terkadang mengalami kekagagan. Hal ini otomatis memberikan konsekwensi logis bahwa pengusaha meninggalkan hutang. Dalam beberapa kasus pengusaha jatuh menjadi mustahik yang berhak mendapatkan zakat.
Melihat realitas dan berkaca dari pengalaman beberapa sahabat ketika gagal berusaha dan meninggalkan hutang bisnis. Membutuhkan bantuan finansial berupa modal kerja, apakah berbentuk barang, uang. Pada zakat yang dibayarkan oleh pengusaha, pedagang dan profesinonal ada dana asuransi sebagai proteksi bagi pengusaha yang berhutang. Dalam implementasi penerapan ini membutuhkan sebuah lembaga amil yang menghususkan diri untuk mengelola zakat asuransi pengusaha yang berhutang. Atau dapat mendirikan sebuah divisi khusus. Dari beberapa lembaga amil mengambil segment ini untuk pedagang kecil dengan berbagai program unggulan. Seperti Masyarakat Mandiri Dompet dhuafa.
Ketika zakat telah menjadi asuransi pengusaha yang kolaps memberikan rasa aman bagi pengusaha muslim untuk terus berusaha menciptakan nilai tambah dalam berbagai bidang baik produk maupun jasa.
Apakah anda sudah berbisnid dan berzakat?

Tulisan ini lahir dari kajian mingguan Pascasarjana Magister Ekonomi Syariah Universitas Azzahra. Setiap hari Kamis, jam 13.00 sampai 15.00 WIB bertempat di kampus Universtas Azzahra.

Konsultasi Keuangan dan Ekonomi Syariah:
Muhammad Yunus, S.E, Hp 0813 7435 3697
Email: ky_yns21@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: