Jumat, Mei 14, 2010

1001 Masjid

Itulah sebuah fakta yang ada di depan mata, ketika kaki ini menginjak pelabuhan lembar, jam menunjukkan 16.00 waktu indonesia tengah. Mata ini langsung tertuju kepada masjid, karna solat zuhur telah berlalu dan asar telah datang. Maka kaidah dalam fikih kita mesti melakukan solat jamak takhir bagi musafir.

Mesjid untuk pulau lombok memiliki urakan yang sangat besar, hampir di setiap tempat ukuran masjid melampaui kebutuhan masjid itu sendiri. bangunan yang ada adalah masjid sebagai ruanga utama, didukung oleh tempat wudhu' dengan kemampuan yang tidak sebanding dengan kapasitas yang ada.

Beberapa kawasan masjid di pagar sedemikian rupa sebagai pembatas. Tidak menyediakan ruang untuk masuk bagi parkir kendaraan yang beritirahat, khusus masjid yang berada dalam lintasan perjalanan. Kesan yang di dapat adalah sebuah eksekutifitas. Kemudian dalam kawasan ini tidak ada tempat bagi unit usaha yang dapat di nikmati oleh para musafir.

Dalam pandangan sementara bahwa ada sebuah kemakmuran dengan bangunan masjid yang mewah dan seperti istana. Namun di sisi lain tetangga masjid menjadi bagian dari penghisapan seperti tentakel yang ada di gurita. Memang elok pertumbuhan yang kasat mata, namun lebih elok melihat pertumbuhan kualitas, kapabalitas manusia penghuni masjid.

Ada sebuah kontras besar antara 1001 pura di bali dengan 1001 masjid di NTB, akankah ini sebuah pertanda?

Senin, Mei 03, 2010

Singaraja Bali

Pagi yang cerah berangkat dari kota banyuwangi menggunakan kendaraan motor ketum HMI cabang Banyuwangi ke pelabuhan ketapang untuk menaiki kapal feri penyebarangan. Kondisi hujan yang mengguyur kota banyuwangi seakan sedih mengiringi perjalanan Menapak Nusantara selanjutnya.

Dengan biaya 3.700 kita telah bisa menyeberang ke pulau dewata bali. Pulau yang mempunyai keelokan agama hindu dan budha. Pulau tempat tujuan utama para turis. Ada satu hal yang membuat hati ini miris ketika membeli tiket di loket kapal feri. Ketika penulis memberikan uang sebesar Rp. 10.000,- kembalian yang di berikan adalah Rp. 6.000,- dan sisa kembalian 300 rupiah tidak di berikan kepada penumpang. Hal ini bukan hanya bagi penulis ada satu orang penumpang di depan penulis dan juga penumpang lainnya yang antri di belakang. Sebuah perilaku ketidakjujuran. Ketika ada sebanyak 1000 yang melakukan penyebrangan maka dana yang terkumpul adalah sebesar Rp. 300.000,-.

Berada di kapal sambil di sapa oleh laut yang lagi bermanin dengan gelombang sambil disiram oleh hujan yang menemani perjalanan ini. Satu jam adalah waktu tempuh perjalanan dari Ketapang ke Gilimanuk. Karna hujan maka penulis mesti menumpang bus akas asri untuk keluar. Beriringan dengan bus tersebut ada rombngan turi yang melancong dengan menggunakan sebuah biro tour bernama Panorama.

Di tempat keluar dari Pelabuhan gilimanuk maka hal pertama yang perlu di perlihatkan adalah Kartu Tanda Penduduk, seolah seperti masuk sebuah neraga baru saja. Karna penumpang mesti turun dari Bus dan berjalan untuk menunjukkan KTP. Begitu juga bagi penumpang biasa yang tidak menggunakan jasa bus. Untuk para tamu dari luar negri dengan tenang supir membawa mereka dengan mobl dan tidak mesti turun.

Fenomena ini berangkali berasala dari beberapa kasus pemboman bali dahulu. Kebijakan yang sebenarnya lemah dalam sisi pelayanan. Tidak jarang pelayan tidak ramah terhadap bangsa sendiri yang membawa berbagai kebaikan kepada penduduk itu sendiri.

Perjalanan di lanjutkan dengan menggunakan bus menuju singaraja sebuah kota di bagian pulau bali. Dalam perjalanan kita akan melihat berbagai tempat untuk memberikan sesaji di depan rumah penduduk. Setiap rumah penduduk menghantarkan sesembahan setiap hari. Adalah seubuah kepatuhan kepasa Sang Hiyang widie.

Bentuk dan rupa tempat sesaji lebih baik dari bangunan pemilik rumah. Masig-masing menghias dengan berbagai bentuk yang artistik. Ada sebuah perlombaan antar sesama untuk menunjukkan bahwa tempat sesaji mereka lebih baik. Dan beberapa pemandangan indah tetap menemani penulis selama perjalanan antara Gilimanuk ke Singaraja dengan biaya perjalanan Rp. 20.000,-.

Minggu, Mei 02, 2010

Burung Membuat Sarang

Satu persatu lembaran rumput di bawa terbang mengangkasa, kemudian di rajut menjadi sebuah rumah untuk melanjutkan generasi, ada kerjasama dan juga tidak mau mengambil bekas sarang burung lain yang tidak berpenghuni, begitulah burung pipit memberikan sebuah inspirasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak mengambil hak orang lain