Minggu, Desember 27, 2009

Pahlawan Keluarga Luhur

Pedagang kaki lima dianalogikan sebagai semut yang mencari gula yakni orang. Ketika terdapat keramaian maka disana atu dua PKL akan hadir menawarkan barang dagangan. Atau kebalikya, ketika pedagang PKL banyak bisa dipastikan banyak gula yang lewat dengan jumlah yang tak terbatas. Tapi ngak kebanyakan gula maka semut akan mencari satu atau dua di sana. Ada hukum tarik menarik disana.

Pedagang kaki lima sering mendapatkan hajaran penertiban, penggusuran dan kadangkala penangkapan. Banyak kisah tragis dalam penertiban. Kasus yang menjadi berita nasional adalah matinya seorang anak penjual bakso dalam penertiban oleh satpol PP yang mengundang simpati masyarakat.

Melihat pasar tanpa pedagang kaki lima adalah seuatu yang tidak elok dinikmati. PKL menawarkan harga yang elebih kompetitif dan juga akses yang sangat mudah dijangkau. Kemudian menyediakan barang –barang kecil yang mencarinya ke wilayah dalam pertokaan susah dan memakan banyak waktu. Ngak praktis dan susah itulah yang sering kita dapati kenapa tidak belanja ke Toko atau Swalayan. Blok M sebelum di tertibkan PKL adalah pasar yang ramai, namun sekarang tidak malah menjadi pasar yang sepi.

Namun disi lain PKL memang memberi banyak persoalan, kemacetan yang diakibatkan oleh PKL yang menggelar dagangan di tepi jalan. Butuh penertian untuk keindahan, dan mengurangi macet. Inilah alasan yang mengemuka dari pemangku jabatan di negeri Indonesia. Yang dalam sebuah lagi terdegar dari penjual DVD dan VSD bajakan “Tanah ini adalah tanah surga, Tongkat dan kayu jadi tanaman” Namun berubah menjadi “PKL ini adalah bedagang bencana, Tongkat dan kayu jadi pentungan” dan disela pedagang koran yang menyampaikan headline berita kemaren demo besar anti korupsi damai seribu, seribu korannya mas. Hari itu tertanggal 10 Desember 2009.

Pada sisi pengelolaan manajemen pasar perlu ketegasan dan juga win-win solution. Ketika tidak bisa berdagang maka tingkat kejahatan akan meningkat di kawasan perumahan. Hal ini disebabkan macetnya distribusi 1 rupiah di ekonomi tingkat bawah. Uang merupakan barang langka di dalam perekonomian ekonomi jalanan.

Terdapat beberapa pasar telah menetapkan jam operasional PKL untuk memberikan ruang berusaha. Dan tidak sedikit yang melarang sama sekali keberadaan Pahlawan Keluarga Luhur berbudi ini untuk menikmati manisnya kumpulan perputaran 1 rupiah di negri yang kaya ini.

Polemic yang sering terjadi adalah perebutan lahan bisnis baik yang mempunyai modal kuat atau mempunyai modal otot, karna PKL mengerakkan ekonomi yang disebut dengan ditribusi ekonomi gelap. Karna tidak memberikan pemsukan ke dalam kas Negara berupa PPN dan juga retribusi. Sering bayaran lapak dari PKL masuk dalam kantong pengelola pasar dan tidak disetorkan ke Negara.

PKL mempunyai persaingan yang kompetitif karna di dukung oleh tenaga kerja sedikit dan biaya yang operasional yang sesedikit. Cukup dengan sebatang kretek, 1 air minum amdk dan sebungkus nasi warteg di seberang jalan untuk biaya operasional.

PKL adalah embrio dalam semangat entrepreneuship yang perlu di asah dan di kembangkan lebih lanjut lewat pendekatan social entrepreneurship dan spiritual entrepreneuship. Banyak PKL berkolerasi positif dengan ketersediaan lapangan pekerjaan dan struktur ekonomi. Kebanyak PKL sebahagian adalah tamatan SMA, dan terdapat juga tamatan Perguruan tinggi yang tidak terserap dalam kerja fomal kantoran atau profesi.
PKL adalah sebuah jawaban kegagalan pemerintah mempersiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Ada gula, tak mungkin tak ada semut.

Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar: