Sabtu, Desember 26, 2009

Cinta Air Bagi Kehidupan

Sebuah negeri yang mati dan gersang, memulai hidup dengan ketersediaan air.Dalam perjalanan sejarah sebuah kawasan di huni dimulai dengan ketersedian air. Sejarah Makkah yang dihuni oleh Nabi Ibrahim beserta Siti Hajar dan Ismail mulai ramai dengan adanya telaga zam-zam.

Garis khatulistiwa adalah garis tengah dari bumi, dengan curah hujan yang tinggi menjadikan negri menjadi kaya raya dengan flora dan fauna. Berbeda dengan negri yang tidak mempunyai curah hujan tinggi. Maka terdapat sedikit jenis flora dan fauna.

Setiap perjalanan air memberikan hidup pertama bagi pertumbuhan lumut. Lumut menjadi hidup dengan aliran air yang terus mengalir. Di daerah afrika seekor jenis kumbang mampu hidup dengan menampung embun dan menyimpannya di balik kulit. Daerah tersebut adalah daerah yang begitu jarang hujan.

Dimulai dari siklusku yang keluar dari mata air pengunungan. menyeruak diantara bebetauan-bebatuan dan juga akar-akar kayu yang telah memberikan mineral dan kandungan nutrisi. Perjalananku berlanjut menelusuri kanal-kanal kecil dimana binatang kecil sering singah untuk minum, dan terdapat beberapa jentik nyamuk hutan bermain bersama.

Dibeberaa sisi kanal kecil terdapat beberapa ujung akar pepohonan. Mengalir ke tempat yang lebih rendah itulah perjalanan yang telah bertujuan. Dibeberap tempat diriku bergabugan kanal-kanal kecil. Kanal kanal inilah yang menjadi bandar. Perjalanan menelusi ke hilir kadang kami mesti bergenang untuk tempat minum beberapa binatang rimba.

Disebuah jurang sebuah tempat yang kami mengalir kami melanjutkan perjalanan dengan terjun dengan bulir-bulir yang kecil. Menyeruak kabut air yang memberikan kesegaran dan kesejukan. Menghunjam ketanah itulah sebuah hasrat untuk dapat berkumpul dan memberikan pendaratan yang lebih baik untuk mereka yang datang kemudian. Tempat kami berkumpul sering dijadikan tempat bersenang-senang beberapa orang yang ingin merasakan nikmatnya air pengunungan.

Perjalanan berlanjut di sebuah perkampungan kecil tepi hutan dengan beberapa keluarga yang menanam sayuran.Dibeberapa tempat kampung, kami bertemu dengan berbegai jenis ikan, belut, kaki-kaki petani dengan kerbaunya dan beberapa ekor sapi. Dan juga beberapa sorak sorai anak-anak yang bermain perahu dan berenang dengan batang pisang. Disisi tempat lain mereka melakukan akrobatik senam indah dari ketinggian di sudut siku-siku sungai.

Menjelang dekat kota kami bertemu dengan berbagai bentuk aktivitas yang terekam dalam bayangan. Semua semu, berwana dan mengeluarkan aroma. Semua serba asing dan tidak dikenali. Ikan dan beberapa family mereka tidak mau lagi untuk ikut bersama. Seperti ikan namun tinyak bisa menyelam dan seperti belut namun tidak membuat sarang.

Berbagai pancang menjorok kedalam menusuk dan membelah iringan rombongan kami menuju laut. Beberapa teman kami yang keluar dari lorong-lorong pipa dengan bentuk yang mengerikan, berbau, kumuh dan kotor dan tidak menghidupi malah membuat mikroba ikut mati. Inilah kota tempat kami singgah sebelum akhirnya tiba dilaut. Dan sering hidup mengalir sampai tujuan namun tidak dengan kejernihan yang sama dari hulu.

Muara adalah tepat berkumpulnya berbagai persoalan, kerusakan dan juga perpaduan air laut dan tawar. Tarik menarik itulah hukum kehidupan di air pasang dan surut laut. Saat sampai dilaut akan kembali bertransformasi untuk melakukan perjalanan berikutnya menjadi bulir-bulir air hujan.

Hidup bermula dari keutentitkan, kemudian perlahan mengikuti takdir kehidupan, ada yang bertahan di gunung, atau hanya sampai pergunungan ada yang sampai di tujuan dan melakan perubahan untuk dapat bermanfaat kembali.

Sudahkah kita memunyai cinta seperti air kepada kehidupan?

Tidak ada komentar: