Sabtu, Februari 06, 2010

Pertapa Kota

Perlahan ia berjalan menuju halte pemberhentian bus yang menaikkan dan menurunkan penumpang, halte yang sama ketika ku temui penyanyi bisu, Salemba UI. Dengan langkah tegab ia berjalan menghampiri halte, kemudian mengikat buntelan yang ia bawa entah dari mana.

Asab dupa yang keluar dari mulutnya sambil membaca mantra-mantra dengan gerakan tangan yang akrobatik dan seni gerak yang indah. Bentuknya seperti telah melakukan perjalanan jauh di santero hutan kota Jakarta.

Kulit matang kecoklatan hasil tempaan matahari, ditambah dengan kabut asap kendaraan bermotor dan bus yang tidak berhenti di jalanan. Rambutnya telah mengisyaratkan bahwa ia telah berumur cukup tua. Di rambutnya seperti bintang-bintang yang berkedip di malam hari dengan sedikit di selimuti kabut asap pembakaran hutan.

Ia kemudian membeli "pembakar asap dupa (rokok)" "air suci (kopi hitan dan susu". Maka di mulailah sebuah gerakan di susul dengan gerakan lain. Dari bacaan mantra ke bacaan mantra lain. Tubuhnya seakan bergerak sistematis akrobatik dengan asab dupa tetap mengepul di sana.

Air suci kopi dan susu di minum dan di campur dan kemudian di hembus dengan kata-kata mantra dan tak lupa asap dari dupa yang tetap menyala di ujung rokok yang tinggal tidak seberapa.

Kemudian ia bertanya berapa semua peralatan bertapa saya, kopi, susu, dan juga rokok? Sang penjual menjawab. Empat ribu. Maka kemuadian ia mengambil dari saku celana dan memberikan uang sambil mengeluarkan ucapan kata mantra "One, Two, Three, Four" ini untuk kopi dan susu. Dan uang lainnya menyusul pembayar pembakar asap dupa.

Beberapa waktu berselang ia bergumam dan membelai tiang halte sambil tersenyum yang tidak biasa dari senyumnya para pertapa. Ada gundah gelisah, ada kearifan dan kebijaksanaan yang geram. Ada gemuruh amarah dan nestapa yang menari.

Karna aku pertapa kota, hanya bisa membaca mantra dan mengepulkan asap dupa di antara nestapa-nestapa kehidupan Indonesia yang tidak mengenal siapa saudaranya.

Kemudian ia berlalu melanjutkan perjalanan dengan mengambil buntelan yang diikuat di pohon listrik dengan langkah gontai. Sampai jumpa pertapa kota, terima kasih atas pembelajaranmu hari itu di sore yang menanti.

Tidak ada komentar: