Kamis, Februari 25, 2010

Ojek BuPaMaNeng

Pagi dengan hujan yang telah membasahi bumi Jakarta. Hujan yang dimulai setelah solat subuh memberikan kesegaran udara dari udara Jakarta yang telah sesak oleh polusi asap kendaraan yang lalu lalang.

Seperti biasa dan telah terbiasa pagi masyarakat kota bergerak untuk berangkat untuk melakukan aktivitas, bekerja bagi “Karyawan Teladan Ramah” yang mendapatkan perhatian dari “Bos Menang Sendiri”. “Kopi Babe” telah tersedia untuk energy bagi tukang “Ojek BuPaMaNeng” yang telah memarkir kendaraan yang belum lunas kreditannya yang tinggal beberapa bulan lagi.

Ketika kredit selesai maka tidak ada lagi degub jantung yang semakin kencang berpacu dengan waktu jatuh tempo pemabayaran. Maka ketika itu kuranglah terkena serangan jantung dan juga di kejar oleh “Pinjaman Rentenir Keliling” yang mempunyai “body guard ganas” yang tidak sengan-segan untuk menganiaya apabila tidak mampu membayar cicilan pinjaman yang bunganya sampai 40% pertransaksi.
Itulah pilihan hidup betahan di Jakarta. Ojek Bu atau Ojek Pa, Mas dan Neng sini pake ojek dengan Intonasi yang menggoda kepada “Karyawan teladan Ramah” atau kepada “Calon Nak Dokter” atau “Calon Bidan Cantik” atau kepada “Sang Notaris Smart” yang selalu menunggu jemputan sepulang dari kuliah.

Dan satu dua penumpang menayakan berapa kalau kesenen atau ketempat yang jauh. Tawar menawar adalah senjata utama Ojek BuPaMaNeng untuk memasang tarif tinggi untuk jasa antar alamat cepat dengan kemampuan akrobatik selib kanan dan kiri diantara deretan kendaraan mobil yang terhambat lajunya oleh lampu merah yang sedang menyala.

Satu penumpang telah diantar ke daerah Cikini yang telah terlambat datang ke kantor disebabkan hujan hari ini. Duit delapan ribu berpindah dari kantong “Penumpang Sekali Datang” yang mempunyai janji penanganan “Kredit Usaha Korporasi” yang akan menciptakan “Lapangan Kesenjangan Usaha” di sebuah daerah yang memiliki kearifan local “Mengelola Hutan Adat”.

Tidak menjadi soallah bagaimana ia dan untuk apa. Delapan ribu cukup untuk beli bensin 5000 sebagai modal ngojek untuk beberapa orang nanti, Kemudian bayar “Kopi Babe” dan juga mentraktif “Penyanyi Bisu” sebatang rokok kretek.

Ketika dapat penumpang yang terpenting adalah kecepatan untuk sampai di lokasi yang dituju. Karna itulah kekuatan service ojek yang bisa menembus lampu merang, menerobos kemacetan dan juga tidak lupa untuk berpacu dari lampu pengatur lalu lintas ke lampu selanjutnya dan menjadi yang pertama di depan, kalau tidak maka akan terjebak oleh mengularnya mobil di jalanan Jakarta.

Mengojek tidak membutuhkan befikir kuat seperti “Calon Nak Dokter” yang membawa diktat dan buku yagn harganya sampai jutaan. Yang penting bisa bawa ia tidak di bayarpun mau, he he, he. Itulah seloroh yang keluar dari kepolosan dan juga ambisi yang entah tersampaikan.

Untuk teman-teman Ojek Halte Salemba UI terima kasih atas sapa hangat dan juga persaudaran di kala hidup mesti tidak berfikir rumit hanya butuh motor untuk menjadi tukang ojek. Dan semuanya pasti dapat, uang dan bawa cewek manis yang disukai hati, namun tidak kesampaian barangkali.

Halte Salemba UI, di Kampus Warung Babe suatu pagi.

Tidak ada komentar: