Jumat, Februari 26, 2010

Pergi Mengaji; sebuah kenangan

Burung dara terbang berempat
Terbang tinggi di atas angkasa
Kalau anda hendak selamat
Ikut perintah ayah dan bunda.

Itulah sepenggal bait lagu yang menjadi primadona ketika mengaji di Taman Pendidikan Hayatunnufus di Daerah Tanjung Pati, 50 Kota, Sumatera Barat. Lagu yang hampir setiap didikan subuh setiap hari minggu dinyanyikan dengan diiringi gendang yang bertalu riuh rendah. Ketika itu belum ada karoke dan juga lagu-lagu yang dapat di putar dengan format MP3, sekarang rindu rasanya mendengar alunan kasidah rebana.

Pergi mengaji adalah sebuah keasikan sendiri ketika sore hari. Berangkat dari rumah dengan jarak 3 km lebih menggunakan angkutan desa dengan merek Harau transport. Ongkos waktu itu hanya Rp. 50,- sekali pergi dan Rp. 100,- pergi dan pulang.

Dapat jatah belanja sebesar Rp. 200,- maka adalah sisa sebanyak Rp. 100,-. Kala mengaji canda usil adalah hal sering dilakukan. Dan kadangkala dapat hukuman membaca lebih atau menulis lebih dari biasanya.

Inilah tempat mengaji yang paling lama dan menyelesaikan khatam al Quran. Prosesi ini seperti sebuah kenduri dengan peserta khatam alQur’an memakai baju bercirikan budaya arab, bersurban berbaju gamis dan tak lupa di damping oleh pembawa payung.

Ada kebanggaan tersendiri ketika berjalan mengelilingi kampung dengan diiringi drum band yang menyanyikan beberapa lagu kasidah kesukaan hati. Prosesi ini diikuti oleh orang tua yang dengan senang hati mendampingi di barisan akhir.

Sebelumnya juga pernah mengaji di beberapa surau. Dengan menggunakan metode Baghdadi yang cara membacanya menggunakan ritme dan senandung tersendiri. "Alif di ateh a, alif dibawah i, alif di depa u, A, I, U". Itulah pelajaran pertama membaca dengan sistem baghdadi.

Hal yang paling teringat adalah ketika membaca huruf Ba, yang kadang kala di pelesetkan menjadi babimu dan dibalas dengan babiku.

Mengaji disurau tidak menggunakan pendekatan kelas sesuai dengan kemampuan baca dan tulis al Quran. Mengaji terfokus kepada satu orang guru. Waktu mengaji adalah bakda magrib di surau dan juga ada di rumah guru.

Ketika mengaji di rumah guru, penerangan masih menggunakan lampu aladin atau lampu teplok yang dinyalakan menggunakan minyak tanah. Maka dapat di pastikan bahwa hidung nanti akan berwarna berbeda ketika setelah selesai mengaji di hadapan guru.

Lain lagi cerita ketika mengaji di mesjid Nurul Huda yang berada di tepi sungai Harau. Mengaji dilakukan setelah solat asar sampai jam 5 sore. Kemudian waktu yang paling di tunggu adalah menceburkan diri ke sungai sambil sekali-kali memperlihatkan keahlian acrobat lonjat dan juga jungkir balik di udara.
Namun ketika pulang, maka bersiaplah mendapatkan hadiah dari Ayah dan Bunda yang sayang anaknya. Mata merah, rambut menguning dengan kulit yang menghitam dan berdebu ketika di garuk. Namun itu adalah kesenangan yang selalu merindu.

Mengaji adalah proses penanaman dasar utama agama. Berbagai metode di gunakan untuk menanamkan kepribadian baik kepada anak murid. Sesuatu yang sampai hari ini masih tergiang adalah cerita ibu Hayatunnufus akan sejarah para nabi, sejarah para pemberani dan sejarah para wali. Dengan pesannya di akhir cerita. Ibu ingin anak-anak ibu menjadi orang baik untuk para Ayah dan Ibu, agama seperti para nabi, pemberani dan juga para wali.

Teriring salam dan do’a untukmu ibu dan bapak guru ngaji yang telah menanaman nilai budi. Mari pergi mengaji.
Alqur'an yang kita asingkan dalam kehidupan

Tidak ada komentar: