Kamis, Februari 25, 2010

Anak Gerbong Kereta

Zhuhur telah berlalu sekitar satu jam yang lalau. Distasiun manggarai jam telah menunjukkan jam 13.15 menit. Jam berdetak pelahan. Bagi sebagian penumpang menunggu kereta api hari ini adalah sebuah penungguan yang selalu membuat geram “cantik baik hati” yang mempunyai janji dengan “mahasiswa pengusaha pemula” untuk melakukan sebuah penjajakan usaha.

Jadwal kereta bagi anak gerbong kereta bukan sebuah persoalan,karna keterlambatan dan juga ketidakpastian jadwal yang telah membudaya tidak mempengaruhi pendapatan mereka. Hanya jumlah penumpang yang mempengaruhi pendapatan mereka.

Stasiun manggarai adalah stasiun yang banyak menurunkan penumpang, menuju cikini dan selanjutnya kota penumpang tinggal beberapa yang berdiri. Inilah saatnya bekerja membersihkan lorong kolong kereta api yang dipenuhi oleh sampah dan sisa “penjaja buah banyak rasa” dan sampah kantong dari “gurih sumedang hangat” yang di beli oleh “karyawan pagi sore di kereta” karna hari ini mesti berangkat ke luar kota.

Dengan senjata sapu dan sebuah karung secara perlahan membersihkan gerbong. Satu, dua, tiga sampah mengikuti begitu saja di bawa keujung gerbong di depan sana. Ketika beberapa kali menyapu ia menadahkan tangan kepada kita sebagai penumpang yang kadang dengan melihat tak tampak, tertidur dalam pura, mendengar music untuk tidak mendengar, berfikir negative karna ia hanya mampu meminta, merasa kasihan namun apa daya.

Diantara sapu-sapu membarsihkan sampah beberapa memberikan uang sebagai bentuk belas kasihan. Seribu dua ribu atau uang receh dengan senang hati mereka terima. Terimakasih itulah kata terucap ketika mendapkatn uang dari penumpang yang memberi tidak seberapa.

Dengan baju yang entah beberapa hari atau minggu tidak berganti, telah bertambah warna dengan hitam kecoklatan, itulah daya ungkit kekuatan kami. Warna kulitpun memliki tato dari daki yang tidak tesentuh oleh air. Wajahmu tampak tidak ceria ketika mencoba meminta dengan memberikan sebuah karya kerja nyata cinta kebersihan.

Siang bekerja menjadi peserta illegal di kereta, terkadang tertidur di lantai stasiun dengan alal lantai seadanya, berbantal lengan bermandikan angin kehidupan Jakarta yang penuh dengan dinamika kehidupan yang saling meganga untuk memakan saudara sendiri. Manusia adalah serigala bagi manusia lain begitu kata seorang filosof. Dan tak lupa nada protes malaikat ketika manusia pertama kali di cipta.

Ketika malam telah beranjak maka kehidupan akan berkata bijak untuk memberikan kehidupan berbeda, dengan hasil yang tidak seberapa. Uang recehan seribu dan dua ribu cukuplah membeli mie di “warung dadakan stasiun” dengan di temani “sebatang rokok dupa” yang di hisap secara bersama-sama dari satu mulut kemulut lain sampai tersisa puntung rokok yang sampai ke busa.

Terkadang kehidupan begitu ceria bercengkrama bersama sama, berbagai canda, cerita dan jenaka. Bergulat saling memegang kepala atau menjewer telinga, bahkan kadang kala menyiram dengan kuah mie yang dibagi menjadi makanan bersama.

Dalam menyapu gerbong tidaklah kami serakah, karna tiap gerbong di tempati oleh salah satu dari kami berbagi dengan “Anak Ibu Lapar” yang mempunyai profesi sama. Karna tidak ada pekerjaan lain maka sang ibu sebagai wanita berinisiatif bagaimana anak tidak menangis dalam menahan lapar. Berbaju kuning dengan menggendong sibuah hati yang telah berumur 4 tahun yang merengek bunda lapar. Dan juga kami berbagi gerbong dengan “Anak Ayah Gendong” yang juga mencari kebaikan dari pengguna kereta api Jakarta Kota-Bogor.

Namun sayang penghasilan tidak seberapa karna kami kaum marginal kota, hidup sebagai bagian tidak dimengerti kecuali oleh mereka yang sering berjumpa. Dan katanya ada mentri kesejahteraan social, mentri ekonomi, gubernur dan semuanya, dari tahun ketahun dan masa kemasa hampir sama saja. Penderitaan dan juga kehidupan “Anak Gerbong Kereta” tetap sama hanya ada yang menjadi dewasa menjadi “Preman Necis Gagah” atau menjadi korban dari “Manusia Abnormal Sek” seperti kasus di daerah lubak Bulus sana. Kejadian yang masuk berita.

Disini di kehidupan “Anak Gerbong Kereta” hanya menjadi berita di catatan kehidupan yang tidak tahu pasti mau pergi kemana.

Serial tulisan “Jakarta Kota-Bogor”

Muhammad Yunus
Presiden Direktur
Baitul Muslimin MUZAKKI

Tidak ada komentar: