Kamis, Februari 25, 2010

Anak-anak, ah masa bodoh!

Ketika seseorang anak memanjat sebuah tiang plang. PLang tersebut adalah sebuah plang organisasi yang disamping kiri dan kanan juga terdapat plang lainnya. Bagi seorang anak memanjat adalah sebuah tantangan yang mengasikkan. Tidak jarang yang pernah mengalami jatuh dari atas pohon.
Kasus terbaru adalah seorang anak yang mempunyai imajinasi untuk terjun dari lantai sebuah apartemen. Sang anak menyatakan dirinya adalah seperti superman yang mempunyai kemampuan terbang dengan sebuah sayab.

Kekuatan imajiner dan juga kemampuan untuk meniru adalah daya dorong yang amat menantang bagi seorang anak. Kekuatan imajin dan juga imitator di pengaruhi oleh banyak factor. Pada masing-masing generasi mempunyai berbagai imajinasi yang berbeda. Pada masa belum terdapatnya televise dan radio imajinasi akan di pengaruhi oleh kondisi alam sekitar.

Maka anak-anak akan menjadi petualang dalam hutan, lautan atau bermain dalam danau atau mereka bermain di sungai dengan melakukan akrobatik. Ayah saya pernah bercerita ketika ia kecil imajinasi adalah bagaimana mampu untuk melakukan kegiatan menaklukan hutan dan juga melakukan hal-hal yang amat berbeda dengan saya yang sedikit telah mengenal radio.

Radio itupun mendengarnya hanya sekali-kali. Masih teringat ketika mendengar radio bercerita tentang Kamandanu dan Mantili sebuah serial radio yang bercerita tentang pendekar yang mempunyai kemampuan silat dan beberapa keahlian lainnya.

Maka imajnasi ketika itu bagaimana bisa tampil menjadi seorang pendekat dengan mempunyai sebuah benda apakah tongkat, atau pedang atau busur panah yang mempunyai keistimewaan yang dapat menggalahkan musuh-musuh.

Imajinasi yang berkembang dari serial radio tersebut adalah bagaimana mengalahkan kekuatan jahat dan membela kebenaran. Seiring perkembangan teknologi dan juga pertelevisian maka anak-anak mengenal tokoh-tokoh kartun yang berasal dari luar.

Terjadi pertukaran tokoh yang semula adalah tokoh local bergeser menjadi tokoh internasional yang diproduksi oleh walt Disney. Pada masa kini banyak imajinasi anak-anak yang dipengaruhi oleh film kartun.

Anak-anak sebahagian memiliki kebebasan tidak terbatas dalam menonton dan mengakses film. Banyak diantara film-film tersebut bernuansakan heroic yang menjadikan mereka sebagai patriot dan tidak sedikit film tersebut malah meletakkan sesuatu yang tidak bagus, mengandung unsure kekerasan dan juga unsure pelecehan terhadap nilai-nilai agama atau simbolik agama.

Orang dewasa sebagai sebuah kekuatan pemberi penguatan akan hal-hal yang positif dan mendukung perkembangan kemampuan anak telah memudah dengan seiring rendahnya perhatian terhadap aktivitas anak-anak.

Dalam berbagai daerah masih terdapat hukum social yang menjadikan seseorang anak masih enggan untuk melakukan tindakan amoral dan juga kejahatan seperti mencuri mangga. Hal ini akan berbeda dengan kondisi di kota atau pinggiran kota, control social telah mengalami pemudaran yang amat kentara. Dimana seorang anak kecil dengan tenang dan satainya bisa menghisap rokok yang dibeli di sebuah warung dan menghisapnya dengan santai di tempat umum.

Rokok adalah sebuah komoditi yang di jual khusus untuk orang dewasa yang telah berumur 17 tahun. Namun sekarang perokok pemula mengalami peningkatan 127% dari tahun 2008 (Sri Nurhayati, Halalkan Makanan Anda?) Sebuah kejatuhan control social yang telah menghancurkan generasi mendatang.

Pengalaman penulis di stasiun Manggarai Jakarta bertemu dan bercengrakama dengan “Anak Gerbong Kereta” yang dengan senang hati berbagi dan malah berebut untuk dapat menghisap rokok kretek. Rokok tersebut dibeli dari sebuah warung yang di jual oleh ibu-ibu yang berjual di dalam stasiun Manggarai.

Seakan menjadi sebuah siklus yang saling menguatkan antara ibu pedagang yang membutuhkan uang dari hasil penjualan rokok tanpa peduli menjual kepada siapa. Produsen sebagai penanggung jawab produksi sebuah rokok tidak memberikan cantuman untuk kalangan berumur dewasa dengan tanda 17 + yang menandakan bahwa hanya orang yang telah dewasa boleh menghisap rokok.

Pemerintah sebagai regulator dalam mengatur tataniaga industri mempunyai kekuatan menekan lewat undang-undang yang menjaga tidak terjadinya penyimpangan penjaulan rokok. Mengeluarkan system proteksi terhadap bahaya rokok terhadap anak-anak.

Dengan berlakunya aturan pemda DKI Jakarta tentang larang merokok di tempat umum tidak memberikan efek jera yang kuat yang mampu merubah perilaku perokok. Rokok seakan barang yang mudah di dapatkan kapanpun dan dimanapun kita berada.

Masyarakat sebagai sebuah kekuatan social seakan tidak mempunyai daya pendidikan perilaku social kearah yang lebih baik. Seakan social telah menyendiri dengan kedirian individu. Dalam arti kata masyarakat telah mendiri sendiri, tidak ada lagi kemauan untuk memberikan daya control dan juga daya penghalang tumbuhnya penyimpangan social termasuk merokok atau persoalan lain yang terjadi pada dunia anak.

Dan terasa amat sering mendengar perkataan bahwa, Anak-anak, masa bodoh! Mang dipikirin. Dan seakan anak-anak adalah mempunyai ruang yang amat bebas tanpa memiliki rasa bersalah ketika mempunyai penyimpangan perilaku personal maupun pribadi.

Maka kita bisa membawa imajinasi kita ke 20 sampai 40 tahun lagi tentang generasi yang rusak. Generasi yang telah kehilangan daya control personal dan juga masyarakat. Maka persoalan kita hari ini adalah persoalan ketika kita anak-anak dulu apakah mempunyai daya control dari keluarga atau masyarkat.

Indonesia 20 sampai 40 kedepan adalah Indonesia negri bebas tanpa control, Benarkah? Wallau’alam bissawab.

Cilosari, 17 Februari 2010 jam 20: 39.

Tidak ada komentar: