Kamis, Februari 11, 2010

Pemulung Hidup

Isi karung yang menjadi teman setia kemana pergi telah setengah berisi. Hari ini cuaca masih membakar jalanan dan juga perasaanku. Dengan sebuah pengait di tangan yang sekali-kali bertemu dengan kemasan air minum AMDK yang isinya telah habis di minum untuk menghilangkan dahaga. Maklum cuaca membakar jiwa, dan kami hanya haus meminum janji yang menjadi karma.

Dengan sedikit tenaga yang masih tersisa beberapa kali memindahkan karung yang setengah berisi dari pundak kanan ke sebelah kiri. Berjalan menelusuri jalan yang telah menjadi rute tersendiri. Senen-sentiong-Salemba Ui-RSCM, Cikini dan kembali lagi ke Senen.

Terkadang ketika hari hujan maka pendapatan akan menurun begitu kira-kira prediksi dari pengalamanku berbulan-bulan menelusuri jalanan. Karna mereka takut banyak minum, cuaca dingin maka mudah untuk buang air seni, karna sekali ke WC maka duit seribu pun pindah ke kotak penjaga WC atau kalau ketemu mesjid atau mushalla dapat gratislah. Pikiran ini menerawang sendiri diantara kaki-kaki yang menggunakan sendal, sepatu yang terbungkus rapi.

Namun akan berbeda ketika musim panas menerjang. Dengan sedikit kepanasan maka hasil pendapatan akan meningkat tajam. Setiap orang akan membeli minimal segelas air minum dalam kemasan seharga 500 perak. Maka itu adalah tambang yang sering ku perebutkan dengan beberapa pemulung yang menyerobot ruteku sekali-sekali.

Kaki ini melangkah perlahan di terpa panas di wajah yang tak lagi berseri seperti para artis atau penyanyi, cukup kosmetik matahari, bedak debu jalanan menjadi penghias wajah yang cantik dan pekerja keras yang masih di sayang suami.

Lewat tempat babe adalah ada sesuatu yang berarti, karna ia selalu mengumpulkan gelas plastik sampah yang dibuang pembeli kopi, susu dan juga kadang-kadang teh. Ia dengan senang hati tersenyum atau menyapa gimana pendapatan hari ini? atau berseloroh, sekali-kali minum lah disini.

Kala perjalanan juga mendapatkan ketidakadilan karna sering juga di stop oleh orang yang mempunyai kumis dengan seragam yang katanya dari dinas tertentu. Mengambil barang hasil tambang sehari, menghardik tanpa hati nurani, mengotori ibu kota nan asri, itulah sering yang terdengar dari percakapan antara kami.

Jadi pemulung adalah kerja sepenuh hati, memilih sesuatu yang berarti bagi kami untuk bisa di ganti dengan beberapa suap nasi. Tidak seperti kami yang tidak bisa memulung janji, karna ia tidak mempunyai fisik yang nyata sepeti kaleng minuman pocari, spirit atau fanta. Kalau ada maka kami akan kumpulkan dan berikan kepada mereka yang telah menabur sampah-sampah janji.

Biar kami kumpulkan di sela-sela perjalanan hari ini untuk kami berikan bagi pengumbar janji-janji.

Suatu siang di Halte Salemba UI. "Rangkaian tulisan Halte Salemba UI"

Tidak ada komentar: