Kamis, Januari 21, 2010

Sajadah Koran



Hari jum’at adalah hari yang menjadi penanda bagi kaum muslimin. Kaum laki-laku berkumpul pada tempat yang disediakan khusus bernama mesjid dengan segala perlengkapan yang ada. Namun ada juga yang hanya sebuah lapangan yang menjadi mesjid temporer.
Penanda ini dipopulerkan dengan kegiatan jum’atan yang dimulai dengan rangkaian kutbah dan dilanjutkan dengan solat dua rakaat.
Hampir setiap jum’at mesjid-mesjid penuh dengan peserta jum’atan dan kadang kala berjubel dan melimpahnya jamaah sampai di luar kapasitas daya tampung.
Menjadi fenomena adalah ketidakmampuan mesjid untuk menampung jamaah. Fenomena ini hanya bersifat temporer dan siklus sekali seminggu. Jama’ah yang dengan senang hati mendengarkan khutbah jum’at yang menjadi pelepas dahaga spiritual.
Taqwa adalah menu wajib yang menjadi sah tidaknya sebuah khubah yang disampaikan oleh sang pengkhotbah. Khatib sebagai penyampai materi mengulang beberapa ayat kitab suci mengulas dengan pemahaman dan pencerahan.
Namun yang menjadi unik dan menarik adalah khutbah sang khatib hanya menjadi kata-kata yang berbunyi dengan intonasi lemah, lembut, keras, sedih dan mesti bertarung dengan terpaan kantuk sang pendengar. Terdegar di sayup-sayup pendengaran dan tidak terlihat.
Berbeda dengan sajadah yang dibawa oleh jamaah untuk solat seakan berbagai tausiah keagamaan dan bermacam bentuk khutbah seakan lenyap dengan sebuah tulisan di sajadah Koran.
Dengan kata-kata yang tertulis di sajadah Koran “Suami Istri bakar diri” judul sebuah Koran terbitan grub media ternama negri ini. Menjadi bacaan yang dilihat dan ditanyakan kenapa ia membakar diri yang menghapus kata-kata yang berbunyi dari sang khatib.
Sajadah Koran selalu menjadi lebih berarti dan terabadikan dalam kata-kata tertulis dari pada sajadah Qur’an yang tak lelah di sampaikan dalam kata-kata yang berbunyi. Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar: