Selasa, Januari 05, 2010

Pengusaha di Kereta Api


Salak-salak mas, salak pondoh. Ucapan sebuah penawaran dari pedagang buah-buhan di kereta api ekonomi jurusan Kota-Bogor. Pria atau seorang remaja yang masih berumur belia. Berdagang di gerbong kereta api ekonomi jurusan bogor.
Malam itu masih menunjukkan pukul 20.30 WIB tanggal 4/12/09.. Waktu berlalu perlahan karna lampu gerbong mati, entah kenapa hal itu terjadi karna kita hanya menumpang dengan harga yang sangat ekonomis Rp. 2000 saja.
Tawar menawar terjadi, dengan tawaran pertama 2 lima ribu. Kemudian di tawar menjadi 3 lima ribu. Karna hari sudah malam dan dagangan tinggal beberapa buah saja. Dengan tidak begitu lama melakukan penawaran sang pedagang bersedia untuk memberikan salak 3 lima ribu.
Salak pun berpindah tangan dengan 3 kantong Rp. 5.000,- harga malam dan besok juga akan dijual dengan harta 1 Rp. 5000,-. Kenyataan inilah yang membuat ia belajar menjadi pengusaha, bukan seperti mereka yang berada dimenara gading bernama universitas fakultas ekonomi, perbankan dengan segala jurusan mulai dari perbankan sampai akuntansi, marketing.
Konon katanya hanya belajar tentang (teoritik) bukan belajar menjadi pedagang. Dalam kampus hitungan penjualan menjadi berjuta-juta yang hanya ada pada soal latihan, ujian dan juga sebuah angan-angan. Kalau di terapkan dalam jual beli salak, maka tidak akan ketemu teori buku dengan realitas.
Senyum mengambang dan ucapan terima kasih yang lirih keluar dari bibir sang pedagang. Lumayan untuk hari ini dan juga penetupan penjualan mala mini. 3 buah lima ribu adalah yang pas untuk bisa membeli sebatang rokok dan juga 1 rupiah yang tak terlihat untuk metraktir teman di ujung jalan kampong nanti malam, karna mau begadang dan sedikit berfoya-foya malam mini. Begitulah gumam para “pengusaha di kereta api”

Tidak ada komentar: