Jumat, Maret 19, 2010

Tsunami Financial


Segenap puji kepada Allah yang telah mendisain sebuah system keuangan bernama Zakat berhubungan kembar dengan perintah solat. Shawalat dan salam kepada Rasulullah yang mengatur siklus ekonomi dengan kekuatan berbagi kepada mereka yang tidak berpunya.
Tulisan ini adalah sebagai bentuk berbagi bagi kita semua, terutama para pengusaha pemula yang ingin menjadi pengusaha yang menyatakan bahwa berbisnis adalah kewajiban untuk dapat berzakat. Hal ini sering disebut dalam alquran. Salah satunya terdapat dalam surat Albaqarah ayat 3 “Orang yang sedang dan selalu memiliki keyakinan (long life beliefe) bersama tentang hal gaib. Dan sedang dan akan selalu mendirikan solat dan dari apa yang telah kami berikan asset (karunia) mereka selalu membagikannya”. Ini adalah landasaran teologis atau daya ungkit transcendental bagi seorang pengusaha muslim. Bahwa menjadi pengusaha adalah sebuah tuntutan untuk dapat membuktikan kualitas diri.
Menjadi pengusaha adalah mengikuti gerak rasulullah sebelum menjadi rasul saw. Rasul adalah sebuah bentuk transformasi mental yang sempurna. Dimulai dari berkarir sebagai pengembala bersama saudara sepesusuan hal ini pemaknaan dari menjadi seorang pekerja atau professional. Inilah tahap awal sebuah pembentukan karakter menjadi pengusaha. Mengembala adalah sebuah pelimpahan wewenang untuk menjaga amanah memelihara, mengembangkan. Dengan wewenang tersebut mendapatkan gaji.
Kemudian pada umur 12 tahun beliau melakukan perjalanan bisnis pertama berama pamannya. Inilah pengalaman pertama melakukan sebuah jouney of real business. Memahami berbagai kendala dalam melaksanakan bisnis. Seiring waktu maka nabi Muhammad tumbuh menjadi pengusaha dengan pada tahap awal bekerjasama dengan Siti khadijah dengan membawa barang dagangan kemudian berkembang menjadi pengusaha sukses lintas Negara sampai umur 40 tahun.
Nabi kemudian menjadi milyader dengan corporation yang dikelola secara baik dengan istri tercinta. Kisah ini memang tidak banyak di kupas dalam beberapa sejarah Muhammad. Inilah sebuah fragmen sejarah yang sering terlupakan.
Pembelajaran pertama dalam kisah menjadi pengusaha adalah membersarkan bisnis orang lain sebagai bekal mempersiapkan diri menjalankan bisnis sendiri. Inilah bekal utama sang pengusaha. Mempunyai basic mental semenjak kecil menjadi pengusaha dimulai dengan menjadi orang gajian. Kemudian memulai sebuah perjalanan bisnis untuk mengetahui bagaimana sebuah usaha di jalankan.
Setelah mempelajari bagaimana bisnis itu di jalankan. Maka masuklah pada tahap lebih lanjut yakni menjadi pengusaha dengan pola kemitraan. Kemudian setelah cukup waktu maka masuklah dalam ruang lingkup lebih besar yakni menjadi pemilik usaha.
Pola ini menjadi sebuah bentuk yang di rumuskan dalam buku saya berjudul “The Islamic Cash Flow Quadrant”. Pola dari Islamic employee berpindah menjadi Islamic self employee kemudian masuk pada kuadran sebelah kanan menjadi Islamic Business owner dan Islamic Investor. Yang bertopang pada empat quadrant asnaf 8 menjadi muzakki dan poor menjadi rich.
Dalam usaha bagian yang menjadi persoalan sering kali bukanlah pasar yang tersedia, namun adalah aspek uang sebagai alat transaksi. Sering kali sebuah usaha mengalami mati prematur karna tidak memiliki kekuatan perputaran keuangan yang mampu menopang usaha pada tahap tahun awal usaha.
Berbagai pengalaman penulis dengan beberapa usaha yang baru berjalan sering mengalami kesulitan likuiditas financial berupa dana yang tidak memiliki rresiko dan terlepas racun ekonomi financial yakni ribawi.
Selama setahun mengelola Baitul Mal Wat Tamwil Baiturrahman di nagari Lasi. Kec. Canduang Kab. Agam memberikan sebuah realitas bahwa usaha pada tahap awal membutuhkan sebuah daya dukung financial dengan bentuk skema berbagi resiko, berbagi keuntungan.
Seringkali pengusaha pemula berhadapan dengan dana yang mengandung unsure jual beli uang berupa ribawi. Dan juga termasuk dalam beberapa praktek yang sering dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah masih pada pola jual beli yang mengharuskan penyetoran dengan skema cicilan tetap harian, mingguan.
Adakah jawaban lain persoalan yang mampu memproteksi aspek likuiditas dari sebuah usaha pemula? Tulisan ini adalah bagian dari sebuah pengalaman dalam mengelola sebuah likuiditas financial, system proteksi dan juga recoveri sebuah usaha dan perbandingan dengan realitas kehidupan para pengusaha kecil, pinggiran, pedagang kaki-5, gerobak dan pedagang musiman.
Islam sebagai sebuah din telah memberikan sebuah system proteksi bernama zakat. Namun hari ini pengelolaan zakat masih berpusat pada beberapa ormas dengan pengelolaan yang bersentralkan kawasan tertentu.
Beraneka ragam persoalan dalam likuiditas keuangan pengusaha kelas paling bawah membutuhkan penawar yang massif dan menyeluruh. Bukankah pengusaha kecil ini yang menjadi tumpuan penyelesain kusutnya system likuiditas keuangan usaha, membuka lapangan pekerjaan. Menggerakkan ekonomi sector riil dan rumah tangga.
Pengusaha kelas bawah adalah mereka yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengusaha menengah dan merupakan masyarakat yang royal dalam melakukan amal untuk membantu kegiatan-kegiatan keagamaan lewat berbagai organisasi dan juga institusi yang menjadi pelayan mereka.
Persoalan pertama yang sering di hadapi pada pengusaha pemula dan juga kecil adalah.
Pertama. Ilmu tentang usaha yang seadanya. Maka usaha mengarah pada tahap menjadi pedagang (trading). Menjadi distributor dalam system mata rantai sebuah produksi. Mata rantai produksi ini menggunakan jual beli putus tanpa pembinaan terpadu dari pemilik usaha atau merek. Ada sebauh ketimpangan besar dalam pola pikir yang berkembang, untuk apa bersusah payah untuk terikat dalam sebuah system pemasaran karna kita tidak merdeka.
Kedua. Keterbatasan akses terhadap modal. Dengan ilmu seadanya maka modal yang dapat di akses tanpa menggunakan syarat yang njlimet dan pengurusakan dokumen-dokumen yang membutuhkan waktu yang amat lama. Sering dan teramat banyak bahwa pengusaha pemula tidak memiliki dokumen yang di minta oleh pihak pemberi pinjaman. Efek dari ini adalah munculnya bank title, bank 46 atau rentenir yang dengan sarat mudah dan amat cepat. Namun efek ekonomi adalah kehancuran usaha yang tidak berkah dan juga tidak mendekatkan orang terhadap dinul Islam yang secara nyata telah Allah haramkan.
Ketiga. Tidak adanya proteksi ketika gagal. Penggusuran, penertiban adalah hal yang amat menghancurkan sebuah usaha khusus bagi pemula. Hal ini sering menghancurkan likuiditas financial. Karna barang-barang merupakan barang hutang dengan pihak supplier dan di bantu dengan uang bank titil. Maka ketika barang dagangan diambil maka tsunami financial itu datang tanpa pernah minta izin.
Keempat. Tidak adanya bentuk recoveri pasca masuk dalam tsunami financial. Maka muncullah sebuah keraguan akan kebenaran system Islam. Allah sebagai rabb mereka yakini selalu memberikan yang terbaik untuk mereka. Allah telah pilihkan kondisi terburuk untuk menjadi terbaik dan konsisi terbaik kadang kala menjadi terburuk.
Allah telah memberikan kerangka nilai transcendent yang termaktub dalam rukun islam yakni proteksi, recoveri zakat, infaq dan sedekah. Namun ada suatu penerjemahaan yang amat keliru dalam penerapan hari ini. Hal ini di sebabkan bahwa paradigm pembangunan materi telah merasuk dalam cara berfikir pemuka agama. Maka zakat, infak dan sedekah mengarahkan pada pembangunan fisik. Maka tidak heran bahwa mesjid dan mushalla serta berbagai sarana yang berbau agama tumbuh bak cendawan di samping tumbuhnya racun ekonomi financial bernama ribawi.
Pembanguan aspek fisik mengakibatkan tumbuh suburnya usaha yang bukan di miliki oleh kaum muslimin. Berbagai bahan bagunan adalah hasil produksi non muslim, dimulai dari cat, ubin, marmer, semen dan lain sebagainya. Bahan-bahan tersebut dari kelompok usaha non muslim dan di topang oleh system keuangan non islami.
Inilah polemic yang terjadi dalam realitas jalanan yang penulis alami dari berbagai kegiatan usaha dimulai dari mengelola Lembaga keuangan syariah berupa BMT, menjadi pengusaha dengan event bernama Cek KEsehatan 2009, menjadi pedangan kaki lima yang mesti berpindah tempat setiap waktu, menjadi pedagang keliling. Mengalami tsunami financial dan juga mengalami transformasi dalam berfikir dan hari ini lahirlah sebuah metode system keuangan di bawah payung Baitul Muslimin MUZAKKI bersinergi dengan Universitas Kehidupan Insani Entreprenuship Charity mempersiapkan sebuah usaha dalam Grup dibawah PT. MYANS INSANI SEJAHTERA sebagai payung hukum bagi usaha-usaha pengusaha pemula. Inilah trilogy yang berbasiskan kepada sebuah siklus keuangan lengkap berbasis mesjid, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat pengusaha amat kecil dan juga anak-anak yatim dan terlantar.
Semua ini di mulai dan di gawangi dengan satu prinsip bahwa, setiap usaha yang di rintis dan di kelola tidak boleh bercampur apalagi bersumber dari likuiditas financial bernama system ribawi. Mengedepankan usaha-usaha yang berefeklangsung terhadap ekonomi sector riil bawah. Setiap usaha memiliki standar pemakmuran mesjid, pembebasan mesjid dan tetangganya dari system ribawi.
Tulisan ini hanya sebagai sebuah pengalaman pribadi untuk tetap bertahan dalam prinsip transcendent/tauhid dan juga akal budi yang bertumpu pada kebenarn Alquran dan sunnah rasul yang beliau ajarkan lewat peri hidup dalam mengelola system keuangan masyarakat madinah.
Sebuah kisah kegagalan yang berawal dari kesalahan dalam pendelegasian wewenang sebagai ending kisah tragis ini. Dalam tsunami ada pemicu yakni berupa gempa dengan kekuatan magnitude yang besar. Goncangan ini adalah kegagala dalam melakukan manajemen uang cash flow dan cash in flow dan arus cash.
Beberapa kejadian memicu akan guncangan yang lain. Usaha yang dibangun atas pinjaman dan bukan modal memberikan pengaruh yang berbeda satu sama lainnya. Usaha yang di bangun dengan pinjaman memberikan resiko besar ketika gagal. Resiko itu terdiri dari
1.       Resiko mental. Sering ketika kegagalan menyapa maka mental pengusaha pemula mengalami guncangan hebat. Dan tidak sedikit mereka menyerah dan kembali menjadi karyawan yang itu mereka ketahui bukan milik saudaranya seiman dan di kelola dengan system likuiditas financial bebas ribawi.
2.       Resiko financial. Maka jatuhlah menjadi asnaf 8 menjadi orang yang fakir, miskin dan gharimin sekaligus. Sering meraka mesti masuk dalam sebuah kubangan hutang dengan hutang lainnya di sertai dengan menyelesaikan kebutuhan pribadi dan juga kebutuhan keluarga bagi yang bekeluarga.
3.       Resiko social. Seringkali dalam ruang lingkup social seseorang yang gagal dalam usaha tidak mendapatkan dukungan social. Kenapa kamu tidak kerja saja. Kan udah saya sampaikan kamu pasnya jadi karyawan saja
4.       Resiko aqidah. Inilah yang menjadi harga yang amat mahal yang mesti di bayar oleh seseorang yang gagal dalam berusaha. Sering meminta bantuan kepada orang pintar untuk dapat melariskan penjualannya. Atau malah berkubang dengan rentenit terutama untuk bangkit kembali dalam berusaha
Keempat resiko itu tidak begitu kuat pegaruh kepada mereka yang masih memiliki system proteksi tauhid yang benar dan tidak memiliki tanggung jawab besar. Namun akan berbeda dengan pemahaman tauhid yang rendah dan memiliki tanggungjawab menafkahi anak istri.
Inilah kepedihan dan derita luka likuiditas saudara kita yang sama sujud dan rukuk di mesjid-mesjid yang kita sama agungkan.
Wahai saudaraku ini adalah sebuah ajakan bagi Anda yang masih bersyahadat dan selalu membuat janji dengan Allah dalam alfatihah yang di baca 17 kali dalam sehari. Wahai saudara ini adalah sebuah peringatan bagi Anda yang masih mengucapkan salam setelah selesai solat berjamaah atau solat sendirian bahwa ucapan itu bukan sekedar ucapan sederhana, namun itu adalah ucapan yang bergema dalam kehidupan bersaudara atas tauhid dan kalimat syahadatain.
Cukuplah tetangga kita, mesjid kita dan juga tetangga mesjid telah lama berkubang dalam racun ekonomi financial. Ketika kami mempunyai sedikit rezeki tetap kami sisihkan untuk kegiatan keagamaan dan juga membantu membayar honorium khatib dan ustad yang menyampaikan dakwah. Kami tahu bawah memberi itu membawa berkah yang berlipat ganda.
Bagaimana keluar dari stunami financial.
Pertama. Menata akal budi. Berangkat dari penerimaan kenyaan bahwa kita adalah orang yang gagal dalam berusaha dan meninggalkan hutang piutang. Kewajiban tetap kewajiban untuk di selesaikan. Maka pilihan pertama adalah menata kewajiban dengan menemui beberapa peminjam dengan system bagi hasil. Bahwa kegagalan ini adalah resiko yang terukur atas kesalahan membuat keputusan manajerial.
Resiko ini adalah sebuah konsekwensi logis yang mendatangkan banyak permasalahan baik pada tingkatan diri pribadi yang berkolerasi dengan nilai-nilai tauhid, etika professional dan tata karma kehidupan social kemasyarakatan.
Maka dimulai lah menta akal bahwa ini adalah kegagalan. Bahwa kegiatan ini telah gagal, titik. Setelah ini mesti memulai usaha baru dengan dasar system kuangan lebih baik dan uang tersebut adalah uang halal dan tayyib. Persoalan kesalahan pendelegasian wewenang merupakan hal yang amat berguna dalam memberikan wewenang terutama persoalan tentang uang.
Maka dimulailah episode menjadi pedagang kaki-5 dengan modal pinjaman sebesar 35.000 dalam bentuk buku dan juga pinjaman sepeda motor dari kakak angkat. Semoga Allah menjadikan mereka keluarga berkelimpahan.
Kedua. Menata mental dan psikologis. Kegagalan adalah kegagalan. Sesudah itu ada pembelajaran. Banyak hikmah yang terbentang yang semuanya adalah sebuah pematangan system berfikir dan juga berbagai metode aplikasi keuangan yang bermanfaat.
Dalam menata mental maka hal yang di yakini bahwa besok matahari masih tetap bersinar, burung tetap bernyanyi kenapa saya tidak seperti mereka yang patuh dengan sunnahtullah. Maka dengan ini memulai usaha menjadi trading dari Paud  dan TK dengan menjual buku adalah sebuah proses awal kembali menjadi pengusaha.
Menata mental telah selesai dengan spirit spiritual belajar dari alam, maka masuk pada menata psikologis. Luka psikologis inilah yang melahirkan berbagai catatan-catatan dalam tulisan di www.muhamadyunus.blogspot.com, www.bmmuzakki.blogspot.com, dan www.syifaaumumtaz.blogspot.com. Inilah bentuk menata psikologis akan hentakan kenyataan bahwa persoalan ini tidak hanya melanda saya secara pribadi namun melanda banyak saudara saya yang sama sujud dan rukuk di rumah Allah di lima waktu sehari semalam atau malah hanya 1 kali seminggu. Mereka tetap berinfak sedikitnya seribu seminggu.
Menata psikologis ini membutuhkan waktu lebih kurang 4 bulan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan intelektual yang terbengkalai dalam menjadikan berbagai slide menjadi tulisan berbentuk buku yang dapat bermanfaat bagi sesama. Masa itu tetap selalu menjaga determinasi akal budi untuk mengembalikan segala seuatu kepada Allah swt. Memikirkan bagaimana tsunami financial ini menjadi sebuah daya dorong kuat.
Menata psikologis makala lahirlah “Sang Pemenang Pembelajar” yang merupakan icon di facebook dengan ditopang kegiatan “Cerdas Sehat-I” dan Butik Buku “Madinatul ‘Ilmi” pengganti kegiatan “Cek Kesehatan 2009” yang telah gagal.
Maka dari menata psikologis dipersiapkan beberapa buah yakni sedang menunggu dari penerbit untuk dipinang dan dinikahi menjadi buku-buku “The Islamic Cashflow Quadrant”, “Traveling 1 Rupiah” “Aku Jadi” dan juga berberapa kumpulan hikmah dan ilmu di account facebook dahulunya “Muhammad Yunus Full” Yang kemudian menjadi “Sang Pemenang Pembelajar” dengan rancangan trilogy hikmah yang telah di terbitkan secara online.
Ketiga. Menata financial. Inilah persoalan penyelesaian hutang dagang. Dari berbagai bantuan teman dapat secara perlahan membayar hutang dagang dan juga pinjaman dari teman-teman. Resiko terbaik menjadi asnaf 8 adalah mendapatkan zakat. Maka ucapan terima kasih kepada teman yang telah berzakat dan uang itu telah di bayarkan untuk melunasi hutang.
Menata financial memasuki tahap recoveri makan pribadi, kebutuhan pribadi. Dengan ini adalah menjadikan pengeluaran itu relatif sedikit dan memaksimalkan akses dan dana masuk sebanyaknya. Maka di mulailah menjadi “Penghuni Hotel Bintang 27” di Markas Himpunan Mahasiswa Islam tepatnya di masjid Cilosari 17 yang hari ini di jadikan basecamb Baitul Muslimin MUZAKKI. Dengan ini maka pengeluaran akan berkisar pada kebutuhan makan dan minum. Hal ini mesti di sikapi dengan pola makan yang tidak melampaui anggaran tertentu untuk dapat memaksimalkan usaha.
Inilah tahap kritis dalam segi financial bahwa dengan keterbatasan financial mesti tetap menulis, mendidik mitra yang di persiapkan menjadi manager program. Berjualan buku adalah pilihan logis yang tidak banyak menyita waktu. Hanya 3-4 jam sehari dan sisanya dapat di manfaatkan untuk membaca, menulis untuk menyempurnakan konsep gerakan Baitul Muslimin MUZAKKI dan melakukan persiapan-persiapan kegiatan.
Keempat. Menata usaha baru. Ketika persoalan menata financial tetap berjalan sampai hari ini dengan tetap berpegang teguh bahwa usaha apapun yang masuk dalam ruang kehidupan bisnis tidak akan dicampurkan apalagi di mulai dari dana haram yang secara proses di topang oleh system ribawi yang jelas Allah telah nyatakan dan juga para ulama dengan fatwa haramnya bunga bank.
Maka lahirlah usaha baru itu bernama “Cerdas Sehat-I” dan Butik Buku “Madinatul ‘Ilmi” dengan Jual beli cicilan SIFAT yang di topang oleh perpaduan Rumah Sehat & Apotik Herba Syifaau Mumtaz yang dilahirkan dari kegiatan “Cek Kesehatan 2009” dan kegiatan ini akan menghidupkan dua saudara sekandung dalam rahim prinsip tauhid bernama “Baitul Muslimin MUZAKKI” dan “Universitas Kehidupan INACHE”
Kelima. Penyelarasan. Inilah kondisi sekarang dengan melakukan fitrah hidup dengan melamar secara pribadi orang yang di cintai karena Allah. Kemudian membangun grub dengan dimulai oleh 2 orang saja dan insya Allah akan berkembang seiring waktu.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Karna Islam itu adalah agama rahmatal lil’alamin, maka di tangan kitalah pembuktiannya.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S Ali Imran: 110)
Diselesaikan di Cilosari 17, Cikini, Jakarta Pusat 17 Maret 2010, jam 0;00 WIB

Tidak ada komentar: