Kamis, Maret 04, 2010

Membaca Ulang Al-Quran

Di suatu pengajian beberapa ibu-ibu dengan suara riuh rendah di pandu oleh seorang ustazah membaca surat Yaasin. Begitu sebuah tradisi yang sering dilakukan dalam pertemuan pengajian tersebut.

Di suatu kematian para pendatang takziyah dengan tenang dan sedikir suara yang keluar, karna sebagian tidak lancar membaca Al-quran. Mereka membaca surat Yaasin. Baik dalam peringatan 3, 7, 40 dan 100 hari. Tidak afdal jika tidak mencetak surat Yaasin dan di tempel foto orang yang telah meninggal.

Di suatu syukuran tuan rumah meminta untuk dapat membacakan surat Yaasin untuk mendapatkan berkah dari membaca surat Yaasin.

Di suatu kuburan seseorang setelah membaca do'a membacakan Yaasin untuk diberikan pahalanya kepada yang meninggal. Dan masih banyak fenomena-fenomena lain.

Melihat fenomena diatas tentang membaca ada satu kejanggalan yang mengusik penulis membuat tulisan ini. Pertama, seakan membaca Yaasin adalah sebuah kata sakti untuk menyelesaikan masalah, bentuk kesyukuran, bentuk pemberian dan juga lainnya. Kedua, dangkalnya pemahaman kita tentang membaca. Ketika, sikitnya kemampuan kita untuk mengkritisi apakah seharusnya Alquran sebagai sebuah ritual bacaan, hal ini didukung oleh polarisasi yang telah di terapkan oleh misi Snock Horange seorang orientalis yang menjadikan islam agama ritual.

Menarik membedah polarisasi membaca Alqur'an kita yang telah lama mengenal Al-quran. Pada tingkatan membaca terdapat pembagian.

Membaca Literasi. Adalah membaca tulisan yang terdapat dalam bahan bacaan. Pada konteks membaca Alquran kita hanya membaca tulisan saja. Hal ini didukung oleh penyampaian para guru yang tidak mengena, cukup baca Al quran maka kita akan begini dan begana, mendapatkan ini dan itu. Sebuah cara pembodohan sistemik dari kultural membaca Al-Quran.

Membaca krits dan dialektik. Adalah membaca tulisan dengan membedah dan mengganalisa dan melakukan perbandingan-perbandingan. Pada konteks membaca Al-Quran kita membedah tentang apa yang di maui oleh Al-Quran. Karna dalam ayat-ayat berhimpun kesastraan tingkat tinggi, Ilmu pengetahuan yang tak bertepi dan juga beberapa sience yang beberapa abad ini baru terbukti.

Terakhir membaca secara kreatif. Adalah membaca melahirkan cara pandang baru. Pada konteks membaca Al-quran kita tidak terjebak dalam pemaham dangkal secara literasi, dan rentang asbabul nuzul. Terdapat sisi kreatifitas aqal untuk menerjemahkan pesan-pesan Al-Quran sebagai sebauh panutan dan pedoman. Sebgai contoh larangan pengharaman riba. Pada masa Rasulullah riba masih sederhana dan belum sekomplek perkembangan instrumen keuangan saat ini.

Membaca secara kreatif adalah tingkat kemauan yang Al-quran butuhkan untuk menjadi obat akan persoalan-persoalan kehidupan. Tidak akan cukup hanya menjadi bacaan ritual yang sebatas literasi. Amat menggenaskan Al-quran hanya menjadi sebuah kata yang tidak memberkas secara intelektual, skill dan attitude.

Dalam rentang waktu yang hanya 1 Abad Islam lahir sebagai sebuah kekuatan perubahan yang bersandarkan kepada pecapaian ilmu, pengetahun, penemuan, penetapan dan juga sebuah role model. Banyak ulama adalah tokoh lintas ilmu pengetahuan yang lahir dari mereka yang membaca Al-quran secara kriris-dialektik dan kreatif.

Rasulullah di katakan adalah alquran yang hidup. Sebuah penjelasan bahwa al-quran adalah sesutu yang melekat dengan realitas penggunanya bukan hanya menjadi pajangan yang berdebu.

Ini adalah sebuah kejadian yang sampai hari ini menjadi hal yang menarik bahwa ketika Al-quran secara tulisan jatuh maka kita dengan merasa berdosa mencium dan meletakkannya di kepala dan di tempat yang tinggi. Atau kita marah ketika orang lain menginjak atau membakar Alquran dengan segaja.

Namun kita dengan senang hati dan malah bergembira dengan menginjak ajaran, larangan dalam Alquran dalam kehidupan berekonomi, sosial, politik. Tidak sedikit dari kita yang merasa biasa ketika isi kandungan Al-quran di caci dan dimaki dalam sistem kehidupan apakah itu berbentuk fashion, sistem perbankan keuangan, pengelolaan masyarakat, bekerja dan lainnya.

Membaca ulang Al-quran adalah meletakkan Al-quran dalam realitas kehidupan ummatnya yang telah terbodohkan oleh membaca literasi denga faedah-faedah. Ku rindukan peradaban yang Al-quran sampaikan dan telah di buktikan pada awal kerasulan.

Amat sayang dirimu Al-quran hanya menjadi benda berhala dan di sucikan dan ajaran mu tidak diikuti dalam sistem peradaban pemeluknya.
Bacalah dengan kemampuan intelektual, skil. Bukan dengan sekedar sebuah nyanyian tanpa makna
Ia adalah cahaya dalam realitas kehidupan bukan berhala yang di puja dan di sucikan dan di letakkan di tempat tinggi, sedangkan ajarannya di injak dalam kehidupan pemujanya
Ia adalah kitab ilmu pengetahun yang megagumkan, kitab kesastraan yang menakjubkan, ia adalah kitab pencapaian peradaban yang tinggi. Bukan kitab yang mengamini kebodohan, kemiskinan dan juga jahiliyahan

Tidak ada komentar: