Minggu, Maret 20, 2011

Tulisan Gagal, Nutrisi Penulis

Telah banyak kata bertali temali mencipta kalimat, paragraf dan buku. Ia lahir dari pergumulan pemikiran, emosi dan juga ruh sang penulis. Sebuah tulisan yang telah lahir selalu memberi sesuatu yang berbeda bagi penulis dan juga pembacanya. Rasa itu memiliki efek berantai, ada yang kecanduan untuk terus berkarya, namun tidak sedikit yang mesti berpuasa menulis untuk beberapa lama. Namun ketika ia masih bisa mendengar aksara yang diucapkan, melihat deretan huruf di sepanjang penglihatan maka ia akan kembali.

Menulis mengikuti suratan takdir kehidupan. Seperti kita berjalan dan mampu berlari kencang, dimana kita sering jatuh bangun. Tidak sedikit perban untuk menutup luka, teriakan histeris bunda dan juga sedikit omelan sebagai nasehat untuk berhati-hati. Dalam pelatihan berjalan dan berlari selalu ada orang yang memotivasi, menggerakkan, menatah dan mendo’akan supaya bisa berjalan. Tata tata tata, kalimat itulah yang sering meluncur untuk memotivasi bisa berjalan dan berlari. Begitu juga dalam dunia tulis menulis ia akan terbiasa berjalan meluncurkan rangkaian kata dan berlari menjemput kalimat.

Dari beberapa penelusuran pada catatan pribadi, baik pada buku waktu sekolah SD, kala masih di penjara suci/pesantren, waktu kuliah dan tulisan mengikuti berbagai lomba. Ada sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan. Kenapa? Dalam berbagai catatan ada coretan-coretan yang tidak tersampaikan pada sebuah penggalan bermanfaat. Ya itulah tulisan gagal untuk di publikasikan dan dibaca oleh orang lain. Dalam dunia web 2.0 tulisan dapat dipublikasikan di berbagai media, seperti blog, note di facebook, dan web pribadi. Barangkali lihatlah ketika kita pertama kali memposting tulisan, disana ada rasa kok tulisan saya begini ya?. Memang ada satu penyesalan yang menggugah untuk berbuat lebih baik.

Kemudian langkah apa yang mesti dilakukan melihat tulisan gagal agar menjadi nutrisi yang mampu menggenjot kembali gairah menulis? semoga beberapa tips ini bisa bermanfaat untuk menulis menciptakan kebahagiaan.

Pertama. Masuklah dalam kondisi emosi ketika itu. Hal ini membantu untuk menguatkan daya ingat dalam memahami aspek emosi. Disana ada rasa kecewa, sedih, jengkel, senang. Kondisi ini memberikan kesadaran emosional yang mampu menerima realitas kejadian tersebut. Ketika hal ini terwujud maka telah memasuki kedewasaan dan kematangan emosi.

Kedua. Melihat dari sisi berbeda. Kala tulisan yang tidak jadi atau dinyatakan gagal. Lihatlah dari cara berbeda, jika ketika itu masih berstatus pelajar yang membuat susahnya matematika dan bahasa inggris, maka dapat dituliskan bagaimana bisa mencintai pelajaran matematika dan bahasa inggris. Hal ini menjadikan tulisan gagal menutrisi penulis. Apalagi ini sangat bermanfaat ketika lagi kemarau ide untuk menulis.

Ketiga. Menambahkan beberapa informasi terkait tentang tulisan gagal tersebut. Seperti sebuah baju yang belum di beri aksesoris untuk terlihat lebih baik yang di sulam dari beberapa potongan kain perca yang nampak tidak bermanfaat. Barangkali bisa menjadi sebuha tulisan dengan merangkai menjadi “tulisan-tulisan gagal dan manfaatnya” atau “mengolah emosi ketika tulisan gagal sesuai niatan”

Dalam beberapa perbincangan dengan teman-teman, sering yang menjadikan seseorang merasa tulisan gagal adalah pada masa kompetisi. Ketika telah mencurahkan segala sesuatunya untuk melahirkan sebuah tulisan, ternyata tidak mendapatkan apa-apa, bahkan tulisan tersebut tidak dikembalikan oleh panitia.

Mengolah kegagalan dan merubahnya menjadi kesuksesan ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam dunia penulis.

Pertama, menata ulang motivasi menulis. Pertanyaan ini bertumpu pada untuk apa saya menulis? Tulislah dari awal menulis dan apa yang didapat baik secara emosi, spiritual, material. Hal ini berguna untuk melihat kebelakang dengan kaca spion jika dianalogikan membawa mobil atau motor. Ketika telah menemukan motivasi awal maka kita akan menata ulang motivasi menulis yang lebih mampu menggugah dan melesatkan tulisan.

Kedua, milikilah komunitas penulis. Hidup bukan untuk dinikmati sendiri dan bersembunyi. Kita dibesarkan pada awalnya dalam komunitas keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan kemudian berkembang menjadi keluarga besar dan komunitas lainnya. Ibarat pepatah, serigala tidak akan memakan domba, kecuali yang tercecer dari kawanan domba.

Ketiga, mempunyai teladan menulis. Hal ini membantu untuk melakukan pembelajaran bagaimana menulis. Telah banyak penulis-penulis hebat lahir dan meninggalkan jejak langkah mereka. Pilihlah beberapa orang guru dalam bidang menulis sebagai tutorial lewat tulisan mereka.

Keempat, milikilah kompetitor dan kritikus. Ketika ada kompetitor kita akan memiliki adrenalin lebih untuk terus memperbaiki tulisan-tulisan lewat perlombaan mendaratkan tulisan. Kompetitor adalah orang paling baik dalam memaksa kita memperbaiki tulisan. Seperti peperangan abadi antra coca cola dengan pepsi.

Kelima, milikilah media yang sehat untuk berkembang. Pemilihan ini sama dengan memilih tetangga untuk dapat saling membantu satu sama lain. Media yang baik ibarat udara yang bersih untuk dapat menyehatkan tubuh yang sakit. Media ibarat udara atau asupan gizi penyeimbang dan penambah nafsu untuk menulis lebih sehat. Dan pilihan menulis di Kompasiana adalah media sehat untuk terus tumbuh menjadi sehat dalam dunia literasi.

Semoga bermanfaat, tulisan singkat yang berawal dari membaca kembali beberapa tulisan di buku dan kertas yang berserakan yang masih berbentuk peta pikiran, gambar dan simbol. Mari menutrisi tulisan dengan membuka lembaran tulisan gagal.

Tidak ada komentar: