Sabtu, Juni 11, 2011

Dari Pengemis Intelektual ke Wirausaha Intelektual


Menjadi kaum intelektual adalah cita-cita kemulian dalam strata social di Indonesia. Dalam paradigm religious manusia yang berpengetahuan atau kaum intelektual adalah strata tertinggi dalam Islam. Allah menyebut kaum intelektual dalam Alqur’an adalah ulul albab, sering diartikulasikan sebagai ahli berfikir atau ilmuan. Islam juga memberikan landasan ruhiyah, metodologi yang di kuatkan dengan kata iqra. Kata iqra menjadi momentum awal bahwa beragama itu mesti memiliki kemampuan dalam mengolah realitas dalam bentuk ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan di dapat dari rangkaian proses pembelajaran sepanjang masa. Tidak semua orang memiliki kemauan kuat untuk terus memaksimalkan untuk belajar. Tidak semua orang mempunyai kemauan yang kuat untuk mendayagunakan akal untuk belajar. Di Indonesia proses pembelejaran dimulai dari Pendidikan Usia Dini sampai Perguruan Tinggi. Proses belajar menelan waktu 17 tahun untuk sampai pada jenjang Perguruan Tinggi. 

Menjadi mahasiswa adalah pilihan terbaik dan kesempatan terbatas untuk masyarakat Indonesia. Tingginya biaya pendidikan menjadikan kesempatan untuk kuliah adalah kesempatan langka. Dari laporan Dirjen Perguruan Tinggi bahwa dari 30 orang murid SD, maka tidak sampai 50% atau 15 orang yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan dan tuntunan ekonomi untuk melanjutkan hidup.

Kaum intelektual dalam lintas sejarah panjang Indonesia mengambil peranan melakukan perubahan demi perubahan. Mulai dari kemerdekaan Indonesia yang dipelopori oleh kaum pemuda yang mendapat pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Belanda maupun oleh Jepang. Revolusi yang bergulir dan terakhir adalah reformasi yang dimotori oleh kaum intelektual kampus.

Pergerakan waktu dan tuntunan zaman yang berubah dinamis. Memberikan tantangan berbeda bagi kaum intelektual kampus. Bukan hanya sebagai agent of change namun juga sebagai agent of development. Kaum Intelektuan kampus di tuntut untuk memberikan soluli kreatif produktif untuk menyelesaikan benang kusut pengangguran. Benang kusut ini terlihat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan untuk kaum intelektual yang lahir setiap tahun dari Perguruan Tinggi.

Ada dimensi yang hilang dalam sisi intelektual hari ini, dimana kaum intelektual kehilangan dimensi kekayaan intelektual. Kekayaan yang mampu menciptakan nilai lebih atas ilmu yang di terima selama pendidikan di Perguruan Tinggi. Kaum intelektual perguruan tinggi seakan kehilangan kemampuan berdiri atas skill, pengetahuan keilmuan. Hal ini sebabkan terjadi factor. Pertama pendangkalan intelektual. Hal ini ditandai oleh sedikitnya karya intelektual kampus dalam bidang penulisan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Kedua motivasi kuliah hanya sekedar mendapatkan ijazah dengan Indeks Prestasi Kumulatif secukupnya. Kuliah hanya sekedar formalitas dating dan pergi. Ketiga. Kualitas pengelolaan Perguruan Tinggi. Banyak kampus hanya menyediakan proses pembelajaran dan pembentukan intelektual kampus instan.

Dari beberapa factor diatas menciptakan aneka penyakit intelektual kampus. Penyakit ini melahirkan sebuah virus yang mengganas bagi bangsa ini terutama dengan munculnya para pegangguran Intelektual. Data terakahir menunjukkan bahwa hampir dari 80% lulusan perguruan tinggi tidak diserap oleh pasar tenaga kerja. Penyakit itu adalah mentalias pengemis. Mentalitas ini menjadi budaya kaum intelektual kampus yang mampu untuk meminta pekerjaan dengan keilmuan dan skill yang di dapat di perguruan tinggi.

Dari penyakit ini apakah obat terbaik untuk mengurangi dampak virus pengemis Intelektual? Banyak obat yang dapat digunakan, salah satunya adalah mentalias pengusaha. Wirausaha adalah sebuah bentuk mental yang mendorong seseorang untuk memberikan nilai lebih dalam kehidupan. Mentalitas wirausaha intelektual dapat dilakukan beberapa tahap dalam perguruan tinggi diantaranya.

1.      Pembentukan aspek skill dan pengetahuan dari Perguruan Tinggi.
Pembentukan ini dimulai dari pemberian kurikulum yang mampu mewujudkan mentalitas wirausaha Intelektual. Beberapa perguruan tinggi telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan. Sebagian Perguruan tinggi memberikan pada tahun pertama perkuliahan, dan sebagian pada tahun terakhir perkuliahan. Dari sisi ini perguruan tinggi beperan dalam memberikan pengetahuan dasar tentang wirausaha bagi intelektual kampus.
2.      Dukungan aspek keuangan dari pihak ketiga diantara berupa industri atau perbankan.
Dukungan ini berupa dukungan modal untuk menjalankan wirausaha intelektual. Banyak usaha yang telah dirintis oleh kaum intelektual kampus tenggelam diakibatkan ketiadaan modal usaha yang mudah dan murah untuk menopang usaha.
3.      Dukungan aspek pemasaran dan pembinaan dari pihak pemerintah
Jaminan aspek pasar dan daya serap pasar menjadi bagian dari memaksimalkan wirausaha intelektual kampus. Sedangkan dari pihak pemerintah melakukan pembinaan lewat Dinas Terkait.

Masih panjang mewujudkan wirausaha Intelektual untuk menyelesaikan kusutnya pengangguran intelektual yang lahir dari mentalitas pengemis dalam lingkungan intelektual kampus.

Siapkah Anda menjadi wirausaha Intelektual?

Tidak ada komentar: