Rabu, Maret 11, 2015

Asa Menjadi Pengusaha Makanan Jepang



Catatan harian seorang pedagang 5

Arif begitu nama panggilan ia biasa disapa oleh para sahabat pedagang di Pujasera STIE Indoensia Banking School. Ia memulai usaha membuat makanan khas jepang berupa daging ayam terioki dan juga nasi jepang. Masih muda dan merupakan tamatan DIII Bina Sarana Informatika.
Sebelum menjadi pengusaha yang dimulai dari kantin yang kecil. Ia sebelumnya memiliki pengalaman delapan tahun menjadi bagian dari restoran jepang. Beberapa bagian dalam manajemen restoran jepang telah ia lalui. Mulai dari Food & Bavarege, Purchasing dan bagian pembelian bahan baku bagi restoran. Pengalaman bekerja mengantarkan ia memberanikan diri untuk memulai usaha sendiri.
Dari beberapa kali berbincang dan berdiskusi diantara kesibukan mengelola usaha. Dunia usaha dengan dunia kerja memiliki perbedaan mendasar. Dalam dunia usaha, yang menjadi kepuasaan adalah kemampuan untuk menghadirkan produk yang baik dan diterima oleh pelanggan. Hal ini dibuktikan dengan permintaan ulang oleh pelanggan, terutama oleh mahasiswa STIE Indonesia Banking School. Sedangkan dalam dunia kerja yang perlu dipuaskan adalah pemilik dan juga pimpinan. Sebab seseorang bekerja berdasarkan kepada tuntunan pekerjaan yang diberikan oleh sang pemilik.
Dalam istilah arif, lebih baik mencari muka dengan pelanggan yang mendatangkan pendapatan, dari pada mencari muka terhadap atasan. Apa sebab? Kepuasan pelanggan adalah indikator suksesnya sebuah usaha, terutama kuliner. Sebab penilaian lidah tidak bisa dibohongi. Sedangkan dalam dunia kerja, bila tidak mampu mengambil muka pimpinan, apalagi dengan budaya dan politik ambil muka, maka yang pintar menjilat, pandai berbicara, maka ia mendapatkan perhatian lebih. Sedangkan yang memiliki kemampuan bekerja dan keterampilan biasanya menyibukkan diri dalam pekerjaan.
Sistem usaha makanan jepang yang dikelola arif saat ini. Menggunakan sistem musyarakah (parnership). Arif dengan keterampilan dalam membuat menu masakan ayam jepang menjadi pemilik usaha. Sedangkan untuk modal awal usaha, ditanggung oleh seseorang yang melakukan kerjasama. Pola pembagian keuntungan pada tahap awal adalah profit and loss sharing dengan nisbah 50-50. Penghitungan ini dilakukan setiap bulan.
Dalam proses penghitungan, maka setiap catatan pembelian, dan juga penjualan harian dilaporkan secara berkala kepada investor. Termasuk biaya usaha dan biaya hidup. Sebelum menghitung Earning After Zakah & Tax (laba setelah zakat & pajak) salah satu komponen biaya adalah cadangan yang masih bisa dijadikan produk. Setelah semua dihitung, maka keuntungan yang didapat dalam satu bulan dibagi menjadi dua. Sebagian atau 50% milik investor, 50% milik arif sebagai Business Owner.
Dalam perjanjian selanjutnya, pembagian keuntungan bergeser menjadi 35-65. Dimana investor telah mendapatkan bagi hasil sesuai dengan dana awal yang disetorkan dalam memulai usaha. Sedangkan arif mendapatkan 65% bagian dari keuntungan.
Sistem syirkah (parnership) ini membutuhkan kepercayaan dan juga ketelatenan dalam melakukan pencatatan penjualan, pembelian dengan melampirkan catatan pembelian. Sedangkan pembagian keuntungan dan resiko mengedepankan negosiasi dan kemampuan masing-masing untuk menanggung resiko. Sistem sirkah berbeda dengan sistem akad murabahah (jual beli cicilan). Dimana penjual tidak menanggung resiko atas kegagalan usaha. Dalam kontek perbankan syariah, untuk mengurangi resiko dalam pembiyaan, biasanya perbankan lebih menggunakan akad murabahah atas pembelian bahan-bahan dasar dan pendukung dalam usaha.
Untuk pengusaha pemula, dan juga perintisan usaha awal, termasuk pada usaha kuliner. Hal ini sangat memberatkan. Karena komponen biaya usaha awal, termasuk biaya sewa yang mesti dibayar didepan. Kemudian biaya pembelian modal awal dagangan dan peralatan pendukung lainnya. Maka seringkali sesorang untuk memulai usaha baru dengan kemampuan finansial yang belum mendukung tidak tepat menerapkan akad murabahah. Sedangkan akad yang pas dan saling mendukung dalam keuntungan dan menderita dalam resiko adalah akad musyarakah atau akad mudharabah.
Dalam perbincangan lebih lanjut, arif bercerita, bahwa bila kesuksesan seseorang itu diukur dengan keberadaan materi, seperti kepemilikan sepeda motor, rumah dan benda lainnya. Maka memaksa seseorang untuk melakukan banyak hal, termasuk mendustai keyakinan dan terkadang melakukan kebohongan terorganisir dan terencana. Namun, ukuran kesuksesan adalah kemampuan seseorang untuk mensyukuri nikmat yang ada. Dapat membantu orang lain dan juga mengelola usaha dengan kejujuran dan penuh integritas.
Dibandingkan kepuasan hidup sebagai seorang pekerja dengan menjadi direktur yang turun langsung mengelola usaha. Maka kepuasan itu lebih baik menjadi pengusaha pemula yang mesti memeras energi dan waktu. Sebab, yang menjadi pertaruhan adalah kemampuan diri untuk memaksimalkan usaha dan mengembangkannya. Memang ada persepsi negatif yang terlontar akan pilihan menjadi pengusaha. Namun hal tersebut menjadi nutrisi yang terus memberikan energi untuk tetap menjadi pengusaha.
Memiliki cita-cita untuk mengelola usaha dalam skala restoran adalah tujuan setalah ini. Dengan tetap menggunakan sistem syirkah (parnership) dengan rentang investasi IDR 500.000,- sampai IDR 2.000.000.000,-. Hal ini mampu untuk membuka lapangan kerja dan juga membantu orang tua. Sebab semenjak ayah mengalami sakit jantung, otomatis arif menjadi tulang punggung keluarga.
Cita-cita ini dilandasi atas pengalaman selama delapan tahun bekerja. Dimana pengalaman bagaimana kinerja kurang dihargai, budaya dan politik pekerjaan yang tidak baik. Dan juga keinginan untuk membantu pengobatan orang tua.
***
Pilihan menjadi pengusaha, adalah pilihan berani dan didukung oleh motivasi kuat. Terutama orang-orang yang sangat dicintai, dimulai dari orang tua, keluarga dan sahabat. Dalam dunia usaha seseorang dihadapkan kepada dua pilihan. Gagal dalam usaha awal atau sukses menjalankan usaha.
Seringkali yang menjadi momok menakutkan adalah kegagalan pada bisnis awal. Apalagi menyisakan hutang piutang yang tidak berlandaskan akad syirkah atau mudharabah. Dalam beberapa riset, untuk melahirkan seorang pengusaha membutuhkan waktu pembelajaran selama 5 tahun. Dan dari 100 pengusaha maka yang akan menjadi pengusaha yang berkembang paling tinggi adalah 10% atau hanya 10 orang.
Faktor yang banyak menyebabkan seseorang tidak melanjutkan dari kegagalan adalah demotivasi dan hilangnya dukungan dari orang terdekat. Dimana seorang pengusaha mesti mengcover hutang dagang dan juga hutang modal yang tidak berakad syirkah atau mudharah. Dalam Islam, khusus hak muztahik ada asnaf bernama algharimin (orang yang berhutang). Hal ini menjadi perhatian para mustahik, terutama profesional zakat. Tanpa pengusaha, maka cash flow keuangan dan ekonomi Islam tidak menjadi tumpuan bagi ummat Islam.
***
Salah satu kebiasaan baik yang hari ini dilakukan oleh arif dalam mengelola bisnis kuliner masakan ayam jepang adalah menyisihkan sebagian pendapatan untuk diinfakkan. Inspirasi ini berasal dari kajian Ustad Yusuf Mansur tentang matematika sedekah. Sedangkan dalam rumusan Islamic Cash Flow Quadrant setiap pembagian untuk orang lain teruma mustahik dan pengurangan menumpuk kekayaan, baik uang, pengalaman maka akan menciptakan pertambahan usaha, peluang sekaligus mengkalikan keberkahan hidup, keberkahan usaha dan akhirnya menghantarkan kesuksesan pari purna yakni Bisnis adalah bentuk ibadah kepada Yang Maha Memberi Rezki.

Tidak ada komentar: