Catatan
harian seorang pedagang 5
Arif
begitu nama panggilan ia biasa disapa oleh para sahabat pedagang di Pujasera
STIE Indoensia Banking School. Ia memulai usaha membuat makanan khas jepang
berupa daging ayam terioki dan juga nasi jepang. Masih muda dan merupakan
tamatan DIII Bina Sarana Informatika.
Sebelum
menjadi pengusaha yang dimulai dari kantin yang kecil. Ia sebelumnya memiliki
pengalaman delapan tahun menjadi bagian dari restoran jepang. Beberapa bagian
dalam manajemen restoran jepang telah ia lalui. Mulai dari Food & Bavarege,
Purchasing dan bagian pembelian bahan baku bagi restoran. Pengalaman bekerja
mengantarkan ia memberanikan diri untuk memulai usaha sendiri.
Dari
beberapa kali berbincang dan berdiskusi diantara kesibukan mengelola usaha.
Dunia usaha dengan dunia kerja memiliki perbedaan mendasar. Dalam dunia usaha,
yang menjadi kepuasaan adalah kemampuan untuk menghadirkan produk yang baik dan
diterima oleh pelanggan. Hal ini dibuktikan dengan permintaan ulang oleh
pelanggan, terutama oleh mahasiswa STIE Indonesia Banking School. Sedangkan
dalam dunia kerja yang perlu dipuaskan adalah pemilik dan juga pimpinan. Sebab
seseorang bekerja berdasarkan kepada tuntunan pekerjaan yang diberikan oleh
sang pemilik.
Dalam
istilah arif, lebih baik mencari muka dengan pelanggan yang mendatangkan
pendapatan, dari pada mencari muka terhadap atasan. Apa sebab? Kepuasan
pelanggan adalah indikator suksesnya sebuah usaha, terutama kuliner. Sebab
penilaian lidah tidak bisa dibohongi. Sedangkan dalam dunia kerja, bila tidak
mampu mengambil muka pimpinan, apalagi dengan budaya dan politik ambil muka,
maka yang pintar menjilat, pandai berbicara, maka ia mendapatkan perhatian
lebih. Sedangkan yang memiliki kemampuan bekerja dan keterampilan biasanya
menyibukkan diri dalam pekerjaan.
Sistem
usaha makanan jepang yang dikelola arif saat ini. Menggunakan sistem musyarakah
(parnership). Arif dengan keterampilan dalam membuat menu masakan ayam jepang
menjadi pemilik usaha. Sedangkan untuk modal awal usaha, ditanggung oleh
seseorang yang melakukan kerjasama. Pola pembagian keuntungan pada tahap awal
adalah profit and loss sharing dengan nisbah 50-50. Penghitungan ini dilakukan
setiap bulan.
Dalam
proses penghitungan, maka setiap catatan pembelian, dan juga penjualan harian
dilaporkan secara berkala kepada investor. Termasuk biaya usaha dan biaya
hidup. Sebelum menghitung Earning After Zakah & Tax (laba setelah zakat
& pajak) salah satu komponen biaya adalah cadangan yang masih bisa dijadikan
produk. Setelah semua dihitung, maka keuntungan yang didapat dalam satu bulan
dibagi menjadi dua. Sebagian atau 50% milik investor, 50% milik arif sebagai
Business Owner.
Dalam
perjanjian selanjutnya, pembagian keuntungan bergeser menjadi 35-65. Dimana
investor telah mendapatkan bagi hasil sesuai dengan dana awal yang disetorkan
dalam memulai usaha. Sedangkan arif mendapatkan 65% bagian dari keuntungan.
Sistem
syirkah (parnership) ini membutuhkan kepercayaan dan juga ketelatenan dalam
melakukan pencatatan penjualan, pembelian dengan melampirkan catatan pembelian.
Sedangkan pembagian keuntungan dan resiko mengedepankan negosiasi dan kemampuan
masing-masing untuk menanggung resiko. Sistem sirkah berbeda dengan sistem akad
murabahah (jual beli cicilan). Dimana penjual tidak menanggung resiko atas
kegagalan usaha. Dalam kontek perbankan syariah, untuk mengurangi resiko dalam
pembiyaan, biasanya perbankan lebih menggunakan akad murabahah atas pembelian
bahan-bahan dasar dan pendukung dalam usaha.
Untuk
pengusaha pemula, dan juga perintisan usaha awal, termasuk pada usaha kuliner.
Hal ini sangat memberatkan. Karena komponen biaya usaha awal, termasuk biaya
sewa yang mesti dibayar didepan. Kemudian biaya pembelian modal awal dagangan
dan peralatan pendukung lainnya. Maka seringkali sesorang untuk memulai usaha
baru dengan kemampuan finansial yang belum mendukung tidak tepat menerapkan
akad murabahah. Sedangkan akad yang pas dan saling mendukung dalam keuntungan
dan menderita dalam resiko adalah akad musyarakah atau akad mudharabah.
Dalam
perbincangan lebih lanjut, arif bercerita, bahwa bila kesuksesan seseorang itu
diukur dengan keberadaan materi, seperti kepemilikan sepeda motor, rumah dan
benda lainnya. Maka memaksa seseorang untuk melakukan banyak hal, termasuk
mendustai keyakinan dan terkadang melakukan kebohongan terorganisir dan
terencana. Namun, ukuran kesuksesan adalah kemampuan seseorang untuk mensyukuri
nikmat yang ada. Dapat membantu orang lain dan juga mengelola usaha dengan
kejujuran dan penuh integritas.
Dibandingkan
kepuasan hidup sebagai seorang pekerja dengan menjadi direktur yang turun
langsung mengelola usaha. Maka kepuasan itu lebih baik menjadi pengusaha pemula
yang mesti memeras energi dan waktu. Sebab, yang menjadi pertaruhan adalah
kemampuan diri untuk memaksimalkan usaha dan mengembangkannya. Memang ada
persepsi negatif yang terlontar akan pilihan menjadi pengusaha. Namun hal
tersebut menjadi nutrisi yang terus memberikan energi untuk tetap menjadi
pengusaha.
Memiliki
cita-cita untuk mengelola usaha dalam skala restoran adalah tujuan setalah ini.
Dengan tetap menggunakan sistem syirkah (parnership) dengan rentang investasi
IDR 500.000,- sampai IDR 2.000.000.000,-. Hal ini mampu untuk membuka lapangan
kerja dan juga membantu orang tua. Sebab semenjak ayah mengalami sakit jantung,
otomatis arif menjadi tulang punggung keluarga.
Cita-cita
ini dilandasi atas pengalaman selama delapan tahun bekerja. Dimana pengalaman
bagaimana kinerja kurang dihargai, budaya dan politik pekerjaan yang tidak
baik. Dan juga keinginan untuk membantu pengobatan orang tua.
***
Pilihan
menjadi pengusaha, adalah pilihan berani dan didukung oleh motivasi kuat.
Terutama orang-orang yang sangat dicintai, dimulai dari orang tua, keluarga dan
sahabat. Dalam dunia usaha seseorang dihadapkan kepada dua pilihan. Gagal dalam
usaha awal atau sukses menjalankan usaha.
Seringkali
yang menjadi momok menakutkan adalah kegagalan pada bisnis awal. Apalagi
menyisakan hutang piutang yang tidak berlandaskan akad syirkah atau mudharabah.
Dalam beberapa riset, untuk melahirkan seorang pengusaha membutuhkan waktu
pembelajaran selama 5 tahun. Dan dari 100 pengusaha maka yang akan menjadi
pengusaha yang berkembang paling tinggi adalah 10% atau hanya 10 orang.
Faktor
yang banyak menyebabkan seseorang tidak melanjutkan dari kegagalan adalah
demotivasi dan hilangnya dukungan dari orang terdekat. Dimana seorang pengusaha
mesti mengcover hutang dagang dan juga hutang modal yang tidak berakad syirkah
atau mudharah. Dalam Islam, khusus hak muztahik ada asnaf bernama algharimin
(orang yang berhutang). Hal ini menjadi perhatian para mustahik, terutama
profesional zakat. Tanpa pengusaha, maka cash flow keuangan dan ekonomi Islam
tidak menjadi tumpuan bagi ummat Islam.
***
Salah
satu kebiasaan baik yang hari ini dilakukan oleh arif dalam mengelola bisnis
kuliner masakan ayam jepang adalah menyisihkan sebagian pendapatan untuk
diinfakkan. Inspirasi ini berasal dari kajian Ustad Yusuf Mansur tentang
matematika sedekah. Sedangkan dalam rumusan Islamic Cash Flow Quadrant setiap
pembagian untuk orang lain teruma mustahik dan pengurangan menumpuk kekayaan,
baik uang, pengalaman maka akan menciptakan pertambahan usaha, peluang
sekaligus mengkalikan keberkahan hidup, keberkahan usaha dan akhirnya
menghantarkan kesuksesan pari purna yakni Bisnis adalah bentuk ibadah kepada
Yang Maha Memberi Rezki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar