Pemimpin itu memiliki suara
yang menjadi pedoman bagi pengikutnya. Pemimpin itu memiliki kata yang
menjadi acuan bagi pengikutnya. Bila tanpa suara dan kata pemimpin itu
membutuhkan tangan sebagai pedoman dan acuan bagi pengikutnya.
Maka pilihlah suara dan kata
pemimpin yang baik sebagai pedoman dan bukan suara dan kata yang tak
baik yang menjadikan kesengsaraan.
Mengamati suara yang bersenandung dari
penyanyi menjadikan ia sebagai biduan yang mampu membuat pendengar
hanyut dalam bait kata dan irama yang mengiringi. Mendengar suara yang
berteriak dari berbagai alat pengeras dengan suara lantang dan kata-kata
yang penuh hujatan dan cacian. Membuat pendengarnya marah dan meradang.
Mendengar ungkapan bijak dari kearifan dari pembelajaran hikmah
menjadikan pendengar mendapatkan kesadaran untuk tidak terjebak dalam
perlombaan tikus amarah dan kebencian.
Suara sebagai sebuah anugrah maha pencipta
bagi manusia sebagai media penyampai kata. Kata yang kemudian menjadi
bahasa. Bahasa yang menjadi identitas setiap orang. Harimau memiliki
suara auman yang menjadi ‘kata’ bahwa ia adalah penguasa alam rimba.
Gajah memiliki suara yang menjadikan ‘kata’ bahwa ia memiliki otoritas
jelajah hutan. Masing-masing binatang dalam alam rimba memiliki suara
yang menjadi ‘kata” sebagai sebuah pola komunikasi yang menentukan
bagaiman alam rimba bergerak dinamis denan penghuninya.
Kita manusia, juga memiliki suara, ada yang
mampu mengolahnya menjadi nyanyian yang indah didengar oleh orang lain.
Ada yang mampu menjadikan alat pelacak untuk menentukan seseorang
melakukan konspirasi untuk melakukan kejahatan tersistem dan bersama,
ini yang digunakan KPK dengan alat sidik suara. Ada yang mampu
menjadikan sebagai media penyampai kebaikan dan pencengah dari
keburukan. Suara para penyeru kebaikan, guru yang mengajarkan kata
pembuka jendela ilmu pengetahuan.
Diantara kita mampu mengubah suara menjadi
alat pembakar masa. Menjadi suara-suara yang bukan menentramkan, malah
menjadi pemicu kebakaran amarah dan penghumbar cacian demi hujatan. Bagi
orang biasa suara dan bersuara adalah bentuk pengungkapan berbagai
persoalan demi persoalan seputar kehidupan. Sedangkan suara bagi
pemimpin adalah legitimasi untuk mendapatkan hak berkuasa bagi orang
banyak.
Suara yang kita berikan bagi pemimpin utama
urusan masyarakat Indonesia berubah menjadi kata. Kata pemimpin yang
menentukan bagaimana menata dan mengelola intitusi, kementrian, dan juga
barangkali sebagai acuan untuk memporak-porandakan Indonesia.
Satu kata dari suara pemimpin akan menjadi
kata dan suara bagi masyarakat. Ia menjadi trending topik bagi pengguna
media twitter, ia menjadi status di facebook, ia menjadi ulasan dari
berbagai sudut pandang bagi penulis berita, penulis warga yang mendarat
diberbagai media. Suara sumbang dan tidak jelas yang menafikan
keberadaan masyarakat menjadi suara riuh dengan berbagai kata-kata yang
kembali kepada pemilik suara yang berkata.
Rakyat adalah pemilik suara. Masyarakat
adalah penutur kata. Pemimpin bertugas mengunakan suara dan berkata
untuk menjadikan rakyat tepat sebagai pemilik sah suara. Masyarakat
mampu berkata baik dan elok dari ucapan kata dari pemimpin. Namun, bila
pemimpin memilih suara sumbang dan kata tak bijak, maka ia menjadi suara
dan kata masyarakat yang mengikuti dengan 250 juta masyarakat
Indonesia.
Seperti pepatah mengatakan, mulutmu adalah
harimaumu. Sebab dari mulut seorang pemimpin dan yang dipimpin akan
keluar suara dan kata sebagai pedoman dan acuan. Bila acuan itu baik
maka ia mampu membawa pedoman berkata dan bersuara baik. Namun bila
acuan itu buruk dan sumbang maka ia mampu membawa malapetaka berkata dan
bersuara bagi pemimpin dan masyarakatnya.
Maka peliharalah suaramu wahai pemimpin dan
masyarakat pemilik suara dan kata. Kata suara dan kata adalah identitas
yang menjadi kenyataan kita sebagai manusia. Bekatalah perkataan baik,
bersuaralah suara yang anggun nan elok untuk menjadi pedoman dan acuan.
Bersuara dan berkata tanpa mesti membuka
tabiat tak elok adalah pertanda kita manusia yang memiliki aturan moral
dan agama yang masih melekat dalam diri kita sebagai masyarakat
Indonesia.